• Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kerjasama
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
Monday, 01 December 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Cerpen

Anjing dan Kupu-kupu

Nuraisah Maulida Adnani by Nuraisah Maulida Adnani
27 April 2021
in Cerpen
0
Anjing dan Kupu-kupu

https://unsplash.com/photos/46BO-t_9ZP8

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Anjing Cokelat menjulurkan lidah bersamaan dengan ekornya yang bergerak-gerak. Sesekali dia menggonggong, memanggil majikannya. Seperti biasa, dia tampak riang, seolah bertugas sebagai anjing pembawa kesenangan.

“Ini hari yang cerah,” ucap Anjing Cokelat duduk di depan mangkuk yang kosong. Majikannya mengisi mangkuk dengan sereal, dia tersenyum sambil mengelus kepala Anjing Cokelat. Anjing menggonggong lagi, lekas melahap makanan di hadapannya.

“Sekarang waktunya bermain,” ucapnya segera menuju pintu keluar. Dia berlari ke halaman depan. Pagi yang sejuk menyisakan embun di atas dedaunan, serangga-serangga beterbangan di atas bunga, menyesap sarinya. Anjing Cokelat berlari di antara bunga yang tersusun rapi, membuat para serangga berhamburan terbang kesana-kemari. Anjing Cokelat menggonggong lagi sambil menjulurkan lidah. Setelah lelah berlari, dia mencoba meraih serangga yang terbang. Semakin dia ingin menangkap serangga, serangga semakin jauh darinya.

“Hei Anjing! Jangan ganggu kami,” ucap seekor kupu-kupu.

“Aku tidak mengganggu, aku sedang bermain.”

“Apa kamu tidak punya pekerjaan? Kamu bisa melakukannya di mana saja, tapi jangan di sini.”

“Bagaimana kalau kamu bermain denganku?”

“Tidak, buang waktu saja,” ucap kupu-kupu kembali hinggap di atas bunga. Serangga lain juga melakukan hal yang sama dengan kupu-kupu, terkadang mereka pindah dari satu bunga ke bunga lainnya.

Anjing Cokelat perlahan mendekat, mengamati kupu-kupu yang sedang mengisap sari bunga. Dilihatnya mulut kupu-kupu melengkung seperti selang air majikannya ketika menyiram tanaman. Kaki-kaki kupu-kupu panjang seukuran dengan mulutnya. Sayapnya sekali-kali membuka dan menutup. Saat terbuka terlihat motif dengan warna yang mengagumkan, saat tertutup sayap terlihat hitam kecokelatan dan tak menarik.

“Kenapa lihat-lihat?” tanya kupu-kupu melengkungkan mulutnya, kembali terbang ke bunga lain.

“Kamu sedang apa?” tanya Anjing Cokelat.

“Aku sedang mencari makanan.”

“Untuk apa?”

“Untuk aku, untuk keluargaku, untuk keberlangsungan hidupku. Agar tak mati.”

“Berarti jika kamu tak mencari makan, kamu dan keluargamu akan mati?”

“Ya. Jadi berhentilah bertanya, dan pergi sana!”

Anjing Cokelat bergegas ke dalam rumah.

Matahari semakin terik, cahayanya menyilaukan mata membuat Anjing Cokelat malas keluar lagi. Para serangga tak ada lagi di halaman depan, entah ke mana mereka pergi. Anjing Cokelat hanya berbaring di depan televisi, menonton acara yang juga ditonton majikannya. Sebenarnya acara itu tak begitu menarik, hanya ada dua orang yang sedang berbincang. Karena bosan berbaring sambil menonton televisi, Anjing Cokelat berjalan-jalan di dalam rumah. Dia pergi ke ruang tamu, kembali lagi ke ruang keluarga, dapur, kamar mandi, dan garasi. Berjaga-jaga jika nanti ada seseorang yang tak dikenal. Dia siap menggonggong kapan pun. Namun hari ini rumah sepi, hanya dia dan majikannya.

Perut Anjing Cokelat berbunyi. Memang sudah saatnya untuk makan siang. Dilihatnya majikan masih asyik menonton televisi sambil sesekali tertawa terbahak-bahak. Anjing Cokelat teringat obrolannya dengan kupu-kupu tadi pagi. Aku harus mencari makanan, pikirnya. Dia berjalan ke dapur, biasanya majikan meletakkan sereal di lemari atas. Anjing Cokelat mencoba  meraih lemari atas, namun gagal. Dia loncat ke meja makan, diciumnya makanan yang sekiranya bisa dimakan. Sepotong paha ayam diambilnya, dengan segera dia menaruhnya di atas mangkuk yang biasanya terisi sereal. Dengan cepat dia mengoyak daging, mengunyahnya perlahan, hingga cuma tersisa tulang. Untuk pertama kalinya Anjing Cokelat memakan daging ayam. Saking nikmatnya, dia menjilat tulang hingga tidak menyisakan daging sama sekali.

Suara televisi tiba-tiba berhenti. Majikannya berjalan ke dapur. Begitu melihat sepotong ayamnya yang hilang, dia berteriak. Anjing Cokelat langsung mencari asal suara sambil membawa tulang ayam. Begitu melihat apa yang dibawa Anjing Cokelat, si majikan marah. Dengan nada tinggi, majikan menasehati Anjing Cokelat bahwa perilaku itu sama dengan mencuri, mencuri itu tidak baik.

“Jika aku tak mencari makan, aku akan mati,” ucap Anjing Cokelat membela diri.  Namun, apa yang dikatakannya sia-sia, karena majikan hanya mendengarnya menggonggong.

Keesokan harinya Anjing Cokelat bangun dengan wajah murung. Majikannya bertindak seperti biasa, sesekali dia sisipkan kata ‘maaf’ sambil mengelus kepala Anjing Cokelat. Mangkuk Anjing Cokelat sudah terisi sereal. Begitu majikan pergi, dia lekas memakan santapannya.

“Sekarang waktunya bermain,” ucap Anjing Cokelat melihat langit yang penuh dengan gumpalan awan. Dia berjalan menuju halaman depan, bertemu kembali dengan serangga-serangga yang sibuk mengisap sari bunga. Anjing Cokelat berlarian di antara bunga-bunga sambil menggonggong riang. Para serangga yang hinggap, lekas terbang berhamburan.

“Kenapa kamu di sini lagi?” tanya kupu-kupu. Anjing Cokelat berhenti, menatap kupu-kupu penuh kebencian.

“Aku sedang bermain. Kamu kenapa di sini?”

“Apa kamu tidak lihat? Aku sedang mencari makanan.”

“Kamu tidak sedang mencari makanan, kamu sedang mencuri. Mencuri itu tidak baik!” seru Anjing Cokelat.***

 

Tulungagung, Juli 2020

Tags: anjingcerita fabelkupu-kupumencuri
ShareTweetSendShare
Previous Post

Pemikiran Muhammed Arkoun Tentang Dekonstruksi “Kritik Nalar Islam”

Next Post

Indonesia Tidak Punya Filsafat?

Nuraisah Maulida Adnani

Nuraisah Maulida Adnani

Lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 27 Januari 2001. Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Mataram. Saat ini bergiat di Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat

Artikel Terkait

Gelembung-Gelembung
Cerpen

Gelembung-Gelembung

19 November 2025

Gelembung-gelembung itu terus mengudara dan semakin tinggi diterpa angin pagi. Perlahan satu per satu jatuh dan pecah, namun ada yang...

Dua Jam Sebelum Bekerja
Cerpen

Dua Jam Sebelum Bekerja

21 September 2025

Hujan belum menunjukkan tanda reda. Aku menyeduh kopi lalu termenung menatap bulir-bulir air di jendela mess yang jatuh tergesa. Angin...

Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
Cerpen

Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?

24 July 2025

Selain rindu, barangkali kau tak punya alasan untuk apa pulang ke Palpitu. Sebuah pertanyaan tentang keadilan bagi ibumu juga belum...

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
Cerpen

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

11 July 2025

Sore seperti keliru membaca waktu, demikian orang-orang bilang tentang udara di desa Watu Rinding. Ia terlambat panas, tergesa dingin. Kabutnya...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Seorang Lelaki dan Sungai

Seorang Lelaki dan Sungai

3 January 2022
Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan

Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan

29 July 2025
Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”

Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”

24 November 2025
Gambar Artikel Puisi Pilu Sajak-Sajak Larasati Onna Roufsita

Sajak-Sajak Larasati Onna Roufista

2 November 2020
Tiada yang Bakal Dirindu

Tiada yang Bakal Dirindu

28 January 2022
Korelasi Pandangan Ilmu Kalam dan Kiri Islam Hassan Hanafi

Korelasi Pandangan Ilmu Kalam dan Kiri Islam Hassan Hanafi

21 June 2021
Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm

Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm

15 November 2025
Gubuk Sajak

Gubuk Sajak

16 March 2021
Melepas Kasih dalam Balutan Sastra

Melepas Kasih dalam Balutan Sastra

23 October 2021
Islam Emang Boleh Lucu?

Islam Emang Boleh Lucu?

28 February 2021
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Mempersenjatai Trauma: Strategi Jahat Israel terhadap Palestina
  • Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”
  • Gelembung-Gelembung
  • Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm
  • Di Balik Prokrastinasi: Naluri Purba Vs Tuntutan Zaman
  • Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

Kategori

  • Event (14)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (12)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (66)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (53)
  • Metafor (217)
    • Cerpen (55)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (49)
    • Gaya Hidup (26)
    • Kelana (13)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kontributor
  • Hubungi Kami

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Kami
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Hubungi Kami
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.