Kita tahu bahwa pendidikan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Melalui pendidikan kita mampu belajar dan mengetahui banyak hal. Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah upaya dalam membimbing manusia yang belum dewasa ke arah kedewasaan.
Tetapi, sejak pertengahan bulan Maret tahun 2020, sebagian wilayah Indonesia mengalami sistem pendidikan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Hal itu terjadi ketika virus korona (Covid-19) yang berasal dari Wuhan, Cina, masuk ke Indonesia. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo angkat suara bahwa untuk sementara segala kegiatan harus dilakukan di rumah. Keadaan tersebut tentunya memunculkan suasana baru bagi mereka yang terbiasa melakukan kegiatan di luar rumah. Apalagi untuk para pelajar yang tengah menimba ilmu.
Adanya Covid-19 membuat sistem pendidikan dilakukan secara daring (dalam jaringan). Prof. Dr. Paulina Pannen menyebutnya dengan virtual learning yang berarti kegiatan belajar mengajar terjadi di kelas maya dengan bantuan jaringan internet. Hal tersebut dilakukan karena terpisahnya ruang-waktu antara pendidik dan pelajar. Umumnya, pendidikan virtual dilakukan dengan dua cara, yaitu synchronous dan asynchronous.
Synchronous adalah pembelajaran dalam titik waktu yang sama, dilakukan secara tatap muka di dunia maya. Biasanya melalui aplikasi Zoom atau Google meet. Sedangkan, asynchronous adalah pembelajaran dalam titik waktu yang berbeda. Jadi, pendidik dan pelajar tidak bertatap muka di dunia maya. Namun, sistem belajar dilakukan melalui WhatsApp Group, Google Classroom, dan E-mail.
Pendidikan virtual yang terjadi menuntut pelajar untuk lebih mandiri. Karena, dalam pembelajaran kali ini pelajar dituntut untuk bisa mengoperasikan teknologi, terutama gawai dan laptop. Selain itu, pelajar juga harus bisa mengaplikasikan Microsoft Office—meliputi word, excel, dan powerpoint.
Hal itu di karenakan, kegiatan belajar mengajar akan melalui gawai atau laptop serta berbagai aplikasi. Sebenarnya, jika kegiatan belajar mengajar dilakukan secara luring (luar jaringan) pelajar tetap diharuskan untuk menguasai berbagai aplikasi dan mampu mengoperasikan teknologi.
Namun, perbedaannya adalah, jika luring pelajar jarang menggunakan gawai atau laptop dalam pembelajaran. Sebab, pendidik dan pelajar tidak terpisah oleh ruang-waktu, hal itu menimbulkan komunikasi yang lebih leluasa di antara pendidik dan pelajar. Jika pembelajaran secara daring, komunikasi sangat terbatas dan tidak leluasa. Penyebab yang paling umum terjadi karena koneksi buruk yang dialami oleh pendidik dan pelajar.
Pendidikan virtual membuat pelajar harus lebih ekstra dalam menggali informasi untuk belajar. Karena, fasilitas perpustakaan tidak terjangkau, akan tetapi hal ini mampu memicu timbulnya ke kreatifan pada diri pelajar. Seperti dikutip dari jpnn.com, menurut Jokowi, pandemi dengan segala dampaknya di setiap sendi kehidupan justru menyadarkan semua pihak akan pentingnya sumber daya manusia (SDM) tangguh yang mampu bergerak dengan cara-cara luar biasa dalam beradaptasi menghadapi kesulitan sehingga unggul dalam persaingan. Jokowi menyampaikan hal tersebut saat meluncurkan program Merdeka Belajar Episode 6 yang mengangkat tema Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi secara virtual, Selasa (3/11).
Dari perkataan Presiden Republik Indonesia, kita bisa mengetahui bahwa beradaptasi menghadapi kesulitan sehingga unggul dalam persaingan memiliki makna yakni pelajar memang dituntut untuk lebih mandiri dalam belajar di masa pandemi. Belajar mandiri di masa pandemi memang banyak sekali hambatan. Tetapi, hal itu tidak membuat pelajar putus asa dalam menuntut ilmu. Bahkan, sebagian pelajar terdorong untuk lebih maju meski pembelajaran harus dilakukan melalui dunia maya. Selain mandiri, pelajar juga lebih kreatif, contohnya dalam mengerjakan tugas yang berbentuk powerpoint atau karya video.
Dikutip dari Jpnn.com, lebih lanjut Jokowi mengatakan, saat ini merupakan abad digital. Oleh karena itu, berbagai riset dan pengembangan teknologi di bidang digital sudah semestinya mendapatkan prioritas utama.
Hal tersebut lebih memperjelas bahwa pelajar tidak boleh kalah dari teknologi. Dengan kata lain, jangan gagap teknologi (gaptek). Dimana dalam mencari informasi untuk pembelajaran daring, pelajar harus lebih menggali informasi dan bisa membedakan apakah itu fakta atau hoaks. Maka, dianjurkan untuk lebih berhati-hati dalam mencari informasi. Tidak hanya sekadar copy-paste, namun harus dicari tahu seluk-beluk tentang informasi tersebut.[]