• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Jumat, 17 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Menulis dengan Holistik

(Dari dalam Diri Menuju ke Luar Diri)

Fiqram Iqra Pradana by Fiqram Iqra Pradana
1 November 2020
in Esai
1
Gambar Artikel Menulis dengan Holistik

Sumber Gambar : https://unsplash.com/photos/-uaOnCFb9bU?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditShareLink

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

 

Menulis adalah salah satu kemampuan yang penting untuk menunjang peningkatan karir dalam semua lini kehidupan terutama dalam bidang Akademis. Namun pernahkan kemampuan ini diasah dalam jenjang pendidikan kita, misalnya pada jenjang sekolah dasar, menengah atau bahkan Perguruan Tinggi? Atau dengan pertanyaan yang lebih spesifik, pernahkah menulis menjadi sebuah mata pelajaran? Materi menulis mungkin masuk dalam serpihan materi pelajaran Bahasa Indonesia, namun sebagai pelajaran yang perlu dipraktikkan dan diujikan, penulis pribadi belum pernah mendapatkannya. 

Oh iya, penulis pernah ingat belajar menulis huruf tapi itu waktu Taman Kanak-kanak (TK), sedangkan di jenjang selanjutnya tidak pernah diasah lagi. Keberhasilan menulis bukan hanya sekedar kepandaian kita mengulang huruf sesuai dengan kaidah, namun menulis yang dimaksud adalah kemampuan menyusun argumentasi, ide, dan kebaruan (novelty) yang kita pikirkan sendiri.  

Dampak yang dihasilkan dari kurang seriusnya mengasah kemampuan menulis adalah plagiasi. Jangan heran jika sampai tahap menjadi Mahasiswa, masih kerap ditemui plagiasi dipraktikkan.

Sebenarnya, secara pribadi penulis menentang pelarangan plagiasi di perguruan tinggi. Karena di jenjang pendidikan sebelumnya, siswa tidak pernah dibiasakan menulis. Guru di sekolah lebih suka memberikan ujian dengan tuntutan jawaban harus sesuai dengan isi buku. Seharusnya pembuatan kebijakan harus dilandasi penelitian, sehingga pelatihan menulis dapat terlatih sejak dini. Penulis meyakini, tanpa keterampilan menulis plagiasi akan terus terjadi. Meski telah dilarang. 

Mulai Menulis

Jika ditanya, kapan pertama kali penulis memulai menulis dengan serius, maka penulis katakan adalah pada tahun 2015. Terlambat? Tentu saja. Karena penulis sudah masuk semester 4 perkuliahan. Dan penulis harus jujur semua makalah, paper dan semua tugas-tugas penulis sebelum semester 4 perkuliahan adalah hasil plagiasi alias copy paste. Salahkah yang penulis lakukan? Tentu saja salah. Namun penulis perlu realistis. Penulis perlu mendapatkan nilai dari dosen dengan menggugurkan kewajiban menyetor tugas walaupun hasil copy paste dari buku atau internet. Kira-kira berapa banyak yang persis melakukan seperti yang penulis lakukan? Bagaimana dengan Anda? 

Menyadari keadaan, tentu satu langkah lebih maju dibandingkan hanya ikut-ikutan tanpa tahu apa yang sedang terjadi. Sejak saat itu penulis belajar untuk fokus, berusaha mengetik di laptop satu halaman penuh tanpa melihat buku Semuanya berasal dari apa yang penulis pikirkan dan rasakan kemudian menyertakan perbandingan. Ketika menulis, sering sekali penulis membuka kamus atau search di google mengenai arti atau pengertian kata tertentu. Intinya penulis berusaha yakin dengan diri penulis sendiri tanpa terlalu bergantung dengan isi buku untuk di copy paste. 

Apakah penulis langsung bisa menulis? tentu tidak. Walau sejak sekolah menengah, penulis sudah rajin membaca, namun mental block yang terbentuk bertahun-tahun menjadikan penulis mengalami toxic perfectionist. Sedikit demi sedikit penulis menghancurkan mental block itu dengan cara terus menulis. Seperti kata bijak, seorang profesional berawal dari amatiran. Terus mencoba. Tulis dan tulis. 

Resensi Buku

Kegiatan menulis tanpa membaca tentunya membuat penulis menjadi kekurangan bahan dan perspektif sehingga menjadi penulis wajib banyak membaca. Walaupun sejak berada di sekolah menengah penulis sudah rajin membaca buku, namun baru praktik menulis 5 tahun yang lalu. Membaca membantu penulis menuangkan ide dan gagasan dalam menulis. Ternyata skill menulis adalah hal lain yang perlu diasah. Dari tahun 2015 sampai tahun 2018 penulis sudah rajin menulis di blog pribadi bahkan sudah mengirim beberapa tulisan ke platform literasi atau website yang menerima tulisan esai atau artikel. 

Akhir tahun 2018 penulis ikut berdiskusi dengan teman-teman di Resensi Institute. Mereka punya sistem dan kebiasaan sendiri dalam berdiskusi. Diskusi yang dilakukan berdasar buku. Terkadang buku digunakan untuk membantah buku lainnya. 

Untuk memaparkan isi buku, perlu meresensi buku terlebih dahulu. Resensi maksudnya re (mengambil ulang) dan esensi (hakikat, inti, hal yang pokok) jadi artinya mengambil ulang hakikat dari buku yang telah dibaca. 

Di Resensi Institute, mereka yang telah meresensi buku dibawah 10 buku disebut kontributor, diatas 10-99 buku disebut resentor, diatas 100-999 disebut editor, diatas 1000-9999 disebut ekspektor dan diatas 10.000 disebut profesor.

Resensi buku adalah jembatan mempertemukan bacaan dan ingatan kita. Menyelesaikan bacaan tanpa menuliskannya dan menanggapinya akan hilang begitu saja. Bacaan perlu diikat dengan meresensinya. Kegiatan menuliskan resensi membantu membentuk skill berpikir sistematis dan kritis. Hal ini akan membantu skill menulis kita. 

Menulis Holistik

Manurut Iqbal Aji Daryono, alat dan bahan tulisan adalah objek. Kita memerlukan objek untuk dimaknai atau dinilai. Untuk menilai objek tersebut kita memerlukan rasa ingin tahu serta sikap ragu-ragu. Perlu juga melakukan kritik objek dan membumbuinya dengan imajinasi. Sehingga terciptalah output berupa bahasa yang kita sebut sebagai sebuah tulisan.

Tulisan yang tersusun dari bahasa tersebut mencerminkan isi otak kita. Semakin semrawut maka itulah isi otak kita. Maka perlu logika yang baik dalam berbahasa atau perlu memiliki nalar yang baik dalam berbahasa. Kalau bahasa kita tidak nyambung berarti logika kita cacat. Selain nalar berbahasa yang baik, perlu juga cita rasa berbahasa yang baik. Bahasa dalam sebuah tulisan tidak boleh kaku, harus estetik dan enak dibaca misalnya penuh rima. Dan yang terakhir perlu kekayaan kosakata untuk meracik tulisan yang baik.

Dalam buku Membangun Generasi Literasi karya Hartono Tasir Irwanto, dijelaskan bahwa menulis holistik adalah mencoba menuliskan kembali renungan dan perbandingan dari buku yang sudah kita baca dengan buku lainnya yang pernah kita baca, bisa pula dengan realitas yang terjadi, peristiwa yang aktual yang terjadi disekeliling kita dan perenungan berdasarkan perspektif kita. Dan ini sama halnya memproduksi gagasan baru. Baru dalam versi kita tentunya, karena didunia ini tidak ada yang betul-betul baru. Baru dalam arti menyempurnakan yang sudah ada.

Masih dalam buku yang sama, disebutkan bahwa alasan atau paradigma kita dalam menulis dibagi menjadi 5 yaitu spiritual, kesehatan, kecerdasan, sosial dan finansial. Apapun alasan kita mulai menulis, tidak menjadi masalah. Tetaplah menulis sesuai minat dan genre yang disukai.

Jika kita sudah sedikit naik level dalam menulis dalam artian kita sudah tidak kesulitan lagi untuk menulis 2 halaman sekali duduk maka kita perlu mengetahui kategori dari isi tulisan kita yang penulis sebut neuro-holistic writing yaitu menulis holistik berbasis fungsi luhur otak manusia. Fungsi luhur otak manusia ada 3 yaitu berpikir, merasa (emotion) dan bergerak (menggerakkan). 

Ada jenis tulisan yang hanya berisi argumen dan pengetahuan baru, mengajak kita untuk memikirkan ulang sesuatu yang mapan maka itu kategori tulisan yang berpikir. Ada jenis tulisan yang penuh dengan cerita emosional, romantis dan penuh dengan inspirasi serta motivasi maka itu kategori tulisan merasa. Dan tulisan yang membuat kita langsung bergerak mempraktikan isi buku maka itu tulisan tipe menggerakkan. Neuro-holistic writing (menulis holistik) adalah tulisan yang memuat ketiganya sekaligus. []

 

Penulis adalah Fiqram Iqra Pradana. 

Tags: cara menulisholistismenulisplagiasiresensi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Monolog: Bersama Sangkala, Menuju Tiada

Next Post

Kenangan yang Kusimpan Dalam-dalam

Fiqram Iqra Pradana

Fiqram Iqra Pradana

Fiqram Iqra Pradana adalah founder Manabrain Institute. Alumni Tasawuf Psikoterapi UIN bandung 2013 ini bekerja sebagai news anchor di TVRI Sulbar sekaligus pegawai Bank Sulselbar. Senang membaca dan menulis. Bisa disapa di akun instagram @fiqram.ip

Artikel Terkait

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 Agustus 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 Juli 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Comments 1

  1. Ping-balik: Menulis dengan Holistik – Fiqram Iqra Pradana

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Fenomena ‘Ngapak’

Fenomena ‘Ngapak’

26 November 2021
Gambar Artikel Puisi-Puisi Kema Ferri Rahman

Puisi-Puisi Kemas Ferri Rahman

5 November 2020
Gambar Artikel Puisi Tentang Kopi - Setabah Kopi

Setabah Kopi

24 Desember 2020
Haruskah Ulang Tahun Selalu Dirayakan?

Haruskah Ulang Tahun Selalu Dirayakan?

5 Agustus 2021
Pekerja Malam

Pekerja Malam

28 April 2021
Surat dari Eretria

Surat dari Eretria

7 Februari 2021
Perjalanan dan Jarak

Perjalanan dan Jarak

19 April 2021
Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya

14 Agustus 2025
Gambar Artikel Serba Serbi Kota Kupang. Bundaran PU.

Serba-Serbi Kota Kupang

5 Desember 2020
Aku Merangkum Desember

Aku Merangkum Desember

30 Maret 2024
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.