• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Minggu, 17 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Ceriwis

Win-Win Corruption

Surat untuk Sobat

M. Naufal Waliyuddin by M. Naufal Waliyuddin
30 Mei 2021
in Ceriwis
0
Win-Win Corruption

Ilustrasi Daria Petrilli, 1970 (https://www.tuttartpitturasculturapoesiamusica.com/)

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Misalnya ada maling ayam, Ponk, lantas konangan oleh salah satu warga dusun. Karena kondisi malam sepi, satu warga dusun tersebut takut-takut menangkapnya sendirian. Sebelum satu warga tersebut sempat teriak, si maling ayam itu lekas menaruh telunjuknya di depan bibir. Dan berkata, “Ssst! Jangan berisik. Ayo kita bagi hasil. Nanti kau kukasih dua paha ayam ini.”

Karena sedang paceklik akibat Pandemic Covid-19, warga dusun itu akhirnya menimbang-nimbang. Mengingat anak istrinya yang juga belum jelas esok akan makan apa. Wa ba’du, si maling ayam dan warga dusun itu pun berunding, bersepakat, dan tidak mengadukan kepada siapa-siapa. Dengan dalih demi kemaslahatan bersama, mereka pun mengetok palu keputusan bahwa hasil curian tersebut dibagi-bagi. Kira-kira begitulah win-win solution—dalam dimensi dan lapis makna khusus.

Sekarang  bayangkan jika ayam yang dicuri itu sebesar jembatan, segede waduk, bandara internasional, segagah gedung-gedung besi, setambang Freeport, atau seluas hutan Kalimantan dan Papua, semenggiurkan tambang batu bara, atau sekurang-kurangnya semahal Jiwasraya dan seseksi dana penanganan wabah korona. Jika kebetulan ada yang memergoki, entah itu petugas keamanan, pejabat negara, penegak keadilan, hakim, aparat, KPK, atau sekadar Satpol PP dan hansip, bisakah ada kemungkinan hal itu terjadi? Maka sebutlah saja hal itu sebagai win-win corruption. Intinya sama-sama enak, sama-sama menang—dalam arti yang bertanda petik.

Umpamanya ada yang agak ngeyel atau ndableg dan tidak bisa dilobi, ya siap-siap saja jadi Novel Baswedan kedua. Mripatmu—atau bahkan anumu—akan diciderai dengan “tidak sengaja”, namun direncanakan dengan sangat rinci. Fenomena macam begitu tidaklah hal yang luar biasa, Ponk. Sangat amatlah wajar dalam percaturan politik. Terkadang bahkan ada yang lari melintang-pukang dan mulutnya berbusa-busa memberi pembelaan, pledoi, aneka pamflet dan selebaran apologetik yang rapi untuk hanya menyatakan bahwa hal itu dibolehkan oleh hukum.

Namun, apa gerangan rakyat di mata hukum? Hukum tak ubahnya adalah instrumen pemerintah untuk menjerat mereka yang miskin papa dan tak diperbolehkan untuk mengetahui fakta. Kata-kata dipelintir, pasal-pasal dicungkil, didapuk, ditafsirkan secara canggih dan seolah logis bahwa perbuatan menyiram air keras itu layak dijatuhi hukuman 1 tahun bahkan kalau bisa dibebaskan saja karena tidak sengaja, sedangkan nenek-nenek pencuri semangka dipenjara 5-8 tahun. Sungguh republik sulapan. David Copperfield dan Houdini pasti iri dengan negeri ini. Reputasi mereka kalah jauh antara bumi dan matahari dibanding kekancilan, keiblisan, dan keluarbiasaan magic yang dipertontonkan oleh negara kita.

Jangan anggap aku sedang melakukan kritik, Ponk. Ini cuma molo-molo macam orang kepenuhan makanan di mulutnya. Kau tidak perlu terjerembab pada kubangan falsifikasi yang tak penting. Bahwa aku yang berpandangan sempit dan hanya bisa berceloteh ini pun rentan mengalami ketertipuan. Oleh fakta dan data saja aku kerap ketipu, apalagi oleh sulap. Kekagumanku pasti akan sangat membuncah.

Tapi dunia ini kan hanya permainan di atas permainan. Apabila kau merujuk ke pertunjukan komedi, barangkali fabula atelana dan fabula togata sedang digelar. Satu menggambarkan adegan jenaka singkat dengan latar kehidupan desa, sementara yang lain show kehidupan sehari-hari di kota secara dagelan. Bukankah waktu hanya butuh diisi dengan kesenangan saja, Ponk? Jauh sebelum Nabi Isa saja, Heraclitus sudah pernah menulis: time is a game played beautifully by children. Rugilah kita jika hidup sekali namun banyak bersedih. Apalagi bersedih karena ulah sengkuni-sengkuni. Eman-eman staminamu, bos! Mending dipakai jualan. Jualan ayam hasil curian tadi, misalnya. Eh.[]

 

Kembangsore-Mojokerto, 26 Juni 2020

Tags: ceriwiscoronakorupsiKPKmalingNovel BaswedanWin-Win Corruption
ShareTweetSendShare
Previous Post

Narasi tentang Rahmah dan Gaza

Next Post

Keangkuhan Ombak

M. Naufal Waliyuddin

M. Naufal Waliyuddin

Tim Redaksi Metafor

Artikel Terkait

Ada Apa dengan “Manusia Indonesia”?
Ceriwis

Ada Apa dengan “Manusia Indonesia”?

22 Maret 2023

Tulisan ini bukan tulisan ilmiah. Ia tidak berdasarkan riset akademis yang harus dipertanggungjawabkan. Ini mungkin, lebih tepatnya, sejenis refleksi kultural...

Seni Memahami (Diri)
Ceriwis

Seni Memahami (Diri)

11 April 2022

Saat pertama kali saya mendengar kata "hermeneutika", saya tertarik untuk tahu artinya. Namun, saya tidak sampai mencari makna. Saya mendengar...

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0
Ceriwis

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

13 Januari 2022

Selama ini, apabila seseorang―bisa juga beberapa orang―membicarakan genduren, pasti nggak akan jauh-jauh dari kata bid’ah. Entah bagaimana ceritanya, topik genduren...

Balapan yang Dibudayakan
Ceriwis

Balapan yang Dibudayakan

20 Oktober 2021

Ini adalah kisah yang saya alami beberapa bulan lalu, saat dunia perkampusan membawa saya pada akhir semester tujuh. Sudah mendekati...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Tips Memakai Kacamata Kehidupan

Tips Memakai Kacamata Kehidupan

20 Februari 2021
4 Nilai Humanistik dalam Film “Hotel Transylvania: Transformania”

4 Nilai Humanistik dalam Film “Hotel Transylvania: Transformania”

1 Maret 2022
Goa Isolasi dan Surat Kecilku

Goa Isolasi dan Surat Kecilku

19 Juli 2021
Tamu

Tamu

10 Juli 2022
Di Balik Bilik Kamar

Di Balik Bilik Kamar

12 Maret 2021
Tips Menulis Artikel Ilmiah yang Publishable di Jurnal Nasional Terakreditasi

Tips Menulis Artikel Ilmiah yang Publishable di Jurnal Nasional Terakreditasi

25 Maret 2022
Kalporina

Kalporina

18 Juni 2021
Dari Nafas Malamku

Dari Nafas Malamku

11 Mei 2021
Kepalamu dan Isinya

Kepalamu dan Isinya

3 April 2021
Rumit Melilit Silit

Rumit Melilit Silit

24 Januari 2022
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.