• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Minggu, 17 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Inspiratif Sosok

Abraham Maslow: Redefinisi Kebahagiaan Melalui Peak Experience

Solusi Krisis Spiritualitas Potmodernisme

Heri Bayu Dwi Prabowo by Heri Bayu Dwi Prabowo
4 Februari 2021
in Sosok
0
Abraham Maslow: Redefinisi Kebahagiaan Melalui Peak Experience

Sumber Gambar: https://herbertrsim.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Tren psikologi abad-21 ini sedang getol menyoal subjective well-being (kesejahteraan subjektif individu). Pembahasan seputar kebahagiaan, keunggulan, dan pemaksimalan potensi individu adalah point of minding (pusat pembahasan). Terlebih, di tengah karut-marutnya era modernisme, dengan ditandainya “lonceng kematian” atas metanarasi-metanarasi yang telah dibangun, dibanggakan, dan dieluh-eluhkan sebelumnya, adalah niscaya bilamana redefinisi kebahagiaan harus disadari betul oleh setiap individu. Namun sangat disayangkan, konsepsi kebahagiaan sampai detik ini masih berkutat pada term relatif dan subjektif.

Tetapi, boleh saja untuk sedikit dibenarkan, karena bahagia itu berada pada ranah batin yang bersangkutan. Terasa dalam batin dan tertampilkan dalam sikap, sangat bervariasi antarindividu. Memang sukar diukur, sehinggap belum ada kriteria khusus secara universal sebagai pedoman untuk bersama (Jalaludin 2020). Dalam diskursus psikologi tersendiri, pemahaman tentang kebahagiaan bergantung pada pendekatan dan worldview masing-masing aliran.

Sebut saja wakil dari psikolog humanisme, Abraham Harold Maslow (1908-1970 M). Maslow terlahir di New York dan meninggal di Californa, Amerika. Semasa kecil, hubungan antara Maslow dan ibunya terjalin dengan kurang baik, tidak mengeherankan jika keadaan demikian menjadikannya sebagai anak pemurung (pemalu). Akan tetapi, dalam perkembangan hidup selanjutnya, Maslow sadar akan potensi yang dimiliki, serta menjadi bapak psikolog terkemuka bagi perubahan sosial positif pada masanya.

Perlu dicatat, Maslow hidup pada masa terdapat banyak pandangan serta aliran psikologi masif berkembang, seperti Fungsionalisme William James, Teori Gestalt, Psikoanalisis Sigmund Freud, dan Behaviorisme J.B. Watson (Zulfikar Mujib dan Suyadi 2020). Melalui peluru yang dilesatkan, hierarcy of needs (piramida kebutuhan), nama Maslow menjadi populer dan memicu perbaikan cara pandang terhadap manusia. Seakan-akan Maslow sedang menyapa pada dunia, bahwa “rasa bahagia akan diperoleh individu, setelah melalui pemenuhan kebutuhan dasar pada setiap tingkat piramida kebutuhan”.

 

Hierarchy of Needs

Seringkali, kepuasan intrinsik individu terhadap pemenuhan suatu kebutuhan, lebih jauh terasa bahagianya daripada kepuasan yang dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik. Kita juga sepakat, jika motivasi intrinsik dalam dimensi apa pun akan mengalami fluktuasi, sebagai dampak cara berpikir dan tujuan yang hendak dicapai. Dan ternyata, tujuan setiap individu pun dipengaruhi oleh penilaiannya pada makna kehidupan (rich, free will, religious, popular, wise, and so forth). Dalam hal ini, dimensi psikologi tidaklah memberi informasi pada kita tentang nilai apa yang harus dipilih, namun konsekuensi pilihan atas berbagai nilailah yang memandu individu dalam setiap jenjang kehidupan.

Maslow, sebagai tokoh kedua paling berpengaruh dalam aliran psikologi humanistik, berkesimpulan bahwa setiap individu terlahir pasti membawa berbagai macam kebutuhan intrinsik. Melalui teori motivasi manusia yang digagasnya, dengan bertujuan untuk menjelaskan berbagai kebutuhan individu, serta mengurutkan tingkat prioritas pemenuhan pada setiap tingkatan, Maslow mengonsepkannya menjadi dua dimensi, yakni D-needs (deficit needs) dan B-Needs (being needs).

Adapun urutan pemenuhan kebutuhan individu, dimulainya dari tingkat bawah sampai ke tingkat atas (Ahmad Zainal Mustofa dan Nurus Syarifah 2020). Dengan adanya keberagaman kebutuhan intrinsik yang bersifat universal, menjadikan setiap individu untuk terus tumbuh dan berkembang, demi pengaktualisasian diri dan pemenuhan kesemuannya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.

Hierarchy of Needs
Sumber Gambar: https://www.age-of-the-sage.org

Pada tingkatan bawah hierarchy of needs, kebutuhan dasar individu melingkupi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, seperti pemenuhan makan, minum, tidur, oksigen dan olahraga (sandang, pangan, papan). Meningkat kebutuhan kedua, terdapat kebutuhan akan rasa keamanan, seperti stabilitas hidup, mendapat perlindungan, dan kebebasan dari ancaman kriminalitas maupum bencana alam. Pada tingkatan ketiga, terdapat kebutuhan akan rasa cinta, kasih sayang dan memiliki, seperti keinginan untuk berumah tangga, mempunyai keturunan dan bersahabat dengan orang lain. Tingkatan keempat, terdapat kebutuhan akan penghargaan seperti rasa hormat, harga diri, pengakuan  dan apresiasi. Dan pada tingkatan terakhir atau teratas, terdapat kebutuhan untuk aktualisasi diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan (Jalaludin 2020).

Namun, sebagaimana umumnya sebuah gagasan, pemikiran, konsep dan ataupun teori hasil kreasi manusia, tidaklah mungkin terlepas dari anomali-anomali di kemudian hari, Karl Popper menamakannya dengan falsification. Alasan logisnya adalah kebutuhan akan pemenuhan fisik, keamanan, kepemilikan, penghargaan dan aktualisasi diri selalu tampil beriringan, tapi tidak berlaku bagi sederet individu yang telah memperoleh kebutuhan tinggi, lalu meninggalkan kebutuhan di bawahnya. Sejarah telah mencatat, seseorang rela mempertahankan pandangannya dengan meneguk secangkir hemlock (racun dari ramuan tanaman mematikan) daripada mengikuti pola keinginan penguasa kala itu, dialah Socrates.

Begitu pula dengan keinsafan Maslow, konsep –hierarchy of needs– nya tidak bisa menjelaskan secara logis tatkala individu telah memenuhi semua tingkatan, namun hidupnya tetap dalam kesederhanaan, ketamakan dan atau bahkan kehilangan arah dalam beberapa kasus. Untuk menjelaskan hal tersebut, Maslow mengajukan dan mengemukakan konsep metamotivation di luar konsep hierarchy of needs.

Adalah peak experience atau pengalaman keagamaan sebagai salah satu bagian dari metamotivation. Hal ini bermakna, saat individu telah sampai ke tingkatan tersebut, maka dirinya terlepas dari realitas fisik dan menyatu dengan kekuatan transendental, The One. Tegasnya, bagi Maslow, level peak experience adalah bagian dari kesempurnaan individu.

 

Urgensi Peak Experience di Era Postmodernisme

Menilik era postmodernisme, era dimana emotional quotient (kecerdasan emosional) dan spiritual quotient (kecerdasan spiritual) telah mendapatkan ruang, daripada sebelumnya yang tersingkirkan oleh intelligence quotient (kecerdasan intelektual). Di sisi lain, paradigma postmodernism yang dibangun, lebih cenderung untuk melihat berbagai fenomena emosional manusia pra-modernisme, seperti perasaan, emosi, refleksi, intuitif, tradisi, metafisik, kosmologis, mitos dan pengalaman keagamaan (Ilham 2018). Maka, kehadiran serta pemaknaan terhadap metamotivation pada level peak experience adalah keniscayaan.

Dalam konteks perkembangan psikologi era postmodernisme tersendiri, yang dimaksud kesempurnaan individu (peak experience) adalah sebuah proses perubahan kehidupan secara kualitatif, dengan tujuan untuk mendekati Tuhan (The One), dan dilakukan melalui tingkatan dimensi alam malakut (angelic realm). Di mana terdapat suatu keadaan, ketika individu mengaktualisasikan dirinya, maka akan mengalami perasaan penuh kebahagiaan, ekstase, meronta-ronta dan penuh penghayatan. Keadaan inilah sebagai buah hasil dari peak experience, yang Maslow jumpai di kalangan individu dengan kondisi sehat jasmani-rohani, melampaui keadaan individu pada umumnya, dengan perasaan yakin dan mantap terhadap kekuatan transendental, The One.

Sebagai contohnya, peak experience dari seorang mahasiswa yang notabene mapan secara finansial, terkenal dan mempunyai jabatan di sebuah organisasi. Namun, semua itu tidaklah bernilai dan atau terkalahkan dengan perasaan bahagia sekaligus terharu, ketika ia bisa menolong secara finansial (meskipun dalam jumlah sedikit) kepada seorang kakek yang sempat dijumpainya di pinggir jalan. Dalam artian, perolehan kebahagiaan individu melalui peak experience jauh lebih bermakna, daripada kebahagiaan melalui pemenuhan kebutuhan dasar semata.[]

Tags: Abraham Maslowhierarki kebutuhanhumanistikpeak experiencepsikologisosokspiritual
ShareTweetSendShare
Previous Post

Sertifikat Hak Milik

Next Post

Anjingaseo

Heri Bayu Dwi Prabowo

Heri Bayu Dwi Prabowo

Mahasiswa ngapak asal Banyumas yang sedang menjalani studi tingkat lanjut Magister di UIN Sunan Kalijaga, konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam. Untuk berhubungan langsung dengannya bisa melalui akun medsos ig: @heribdp . 

Artikel Terkait

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial
Sosok

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial

30 November 2022

Anthony Giddens adalah mantan Direktur London School of Economics (LSE) yang tercatat sebagai salah satu sosiolog penting dunia menjelang akhir...

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam
Sosok

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

10 Maret 2022

Setelah meninggalnya Nabi saw., Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidun dan diikuti oleh beberapa dinasti selanjutnya mulai dari Umawiyyah, Abbasiyah, sampai...

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia
Sosok

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 Februari 2022

Arsitek Revolusi Islam, begitulah kata M. Dawam Rahardjo untuk Ali Syari’ati dalam tulisan kecilnya berjudul Ali Syari’ati: Mujahid Intelektual di...

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani
Sosok

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

31 Januari 2022

Modernisme Barat adalah masa yang sangat berbeda bagi masyarakat Islam, setelah pada masa sebelumnya selalu ada keterkaitan yang masih bisa...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Violinis Caitlin

Violinis Caitlin

26 Juli 2021
Seni Memahami (Diri)

Seni Memahami (Diri)

11 April 2022
Ayat-ayat Alam Raya

Ayat-ayat Alam Raya

19 Juni 2021
Gambar Artikel Teori Resep Rahasia Membuat Krabby Patty Laris

Teori Resep Rahasia yang Membuat Krabby Patty Laris

15 November 2020
Ihwal Mawat

Ihwal Mawat

7 Februari 2021
Balada Mobile Legends

Balada Mobile Legends

22 Februari 2021
Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya

Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya

3 Agustus 2025
Drama Korea Yumi’s Cell dan Mencintai Diri

Drama Korea Yumi’s Cell dan Mencintai Diri

3 November 2021
Sekala Niskala

Sekala Niskala

18 April 2022
Gambar Artikel Jahm bin Shafwan: Sosok Ekstremis Klasik di Islam

Jahm bin Safwan: Sosok Ekstremis Klasik di Islam

28 Desember 2020
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.