Usai dengan Sambatan Kuliah di Tengah Pandemi, coba kita tengok sebentar khazanah persambatan masyarakat di sekitar kita yang mau tidak mau harus tetap bekerja ke luar demi sesuap nasi.
Btw, siapa yang masih suka keluar malam?
Nggak takut sama korona atau gimana, nih? Soalnya nih ya, ngasih tahu aja kalau kata orang yang itu tuh, di malam hari telah dilakukan pembatasan jam operasional bagi seluruh rakyat yang cari uang dan lapar, lapar nasi hingga lapar kesenangan, untuk memperkecil angka penyebaran virus korona. Jadi, daripada kena denda, mending buat indomie aja di rumah. Iklan nih, endorse dong. Heuheuheu. Canda endorse.
Gimana menurut kalian? Setuju, nggak setuju, atau biasa aja? Ya, itu terserah kalian aja sih ya.
Yang saya bingung gini, gais. Di pagi hari, siang, atau sore hari, kenapa tidak dilakukan pembatasan? Apa korona ini sukanya keluar kalau sudah malam karena pengen ikut nongkrong sama kita? Kalau pagi dia tidur, siang sampai sore kerja, malamnya cari mangsa? Apa begitu? Apa pegimana sih? Bingung deh.
Padahal di pagi hari masih ada kerumunan di pasar, di siang-sore hari kerumunan di kantor sebab tidak seluruhnya bisa work from home, malam hari kerumunan di warung, cafe, dan sebagainya. Nah, coba jelaskan kenapa cuma di malam hari aja pembatasannya?
“Bukan begitu bodoh”, umpat salah satu aparat. (Canda, aparat).
Ya, saya sangat-sangat tahu Anda hanya ingin menjalankan perintah dari atasan Anda, yang tersebut pemerintah yang membuat aturan. Tetapi bisa nggak ya, Bapak/Ibu yang terhormat, cara memberitahunya itu yang baik-baik, tidak perlu ngotot, atau sampai nunjuk-nunjuk begitu. Bukan apa-apa nih ya. Kalian ini tugasnya mengayomi masyarakat, loh. Bukan musuhnya masyarakat.
Orang bodoh macam saya di sekolah diajarin bahwa kekuasaan tertinggi dalam negera tercinta Indonesia ini ialah rakyat. Bukan pemerintah. Segala sesuatu mengenai aturan apa pun harus berlandaskan atas kebutuhan dan kesepakatan rakyat. Tapi, berapa persen dari aturan yang telah kalian buat selama ini telah mampu mewakili keadaan kami?
“Rakyat aja yang kurang bersyukur. Kerjaannya cuma protes aja.”.
Lho, lho, lho.
Atas dasar apa kalimat tersebut terlontar? Bukankah jika kebijakan itu menguntungkan dan benar-benar menyejahterakan kedua belah pihak, maka tidak akan ada protes terhadap pemerintah? Boleh kami tagih sila kelima Pancasila?
Contoh pada sebuah video yang lagi viral yang saya temui di Instagram, yaitu video seorang wirausahawan.
Ia harus terus bekerja tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tapi ia juga mempunyai tanggung jawab untuk menggaji karyawannya. Bahkan kamilah yang menggaji kalian-kalian. Apa tidak sadar? Kalian enak sudah terjamin kehidupannya. Gajinya sudah tetap. Lalu bagaimana untuk kami yang harus pontang-panting badan, puter kepala cari cara biar tetap hidup dan tetap menggaji karyawan? Kalian mau ikut urunan (patungan) soal ini? Mau menyisihkan uangnya untuk makan kami? Bisa-bisa kita mati karena kelaparan, bukan karena korona.
Pukul 20.00 semua bentuk kegiatan masyarakat harus dihentikan. Kenapa? Koronanya keluarnya jam segitu, ya? Coba deh bikin aturan itu disertai dengan solusi. Kalau hendak diberlakukan demikian, boleh kasih solusi pada kami agar pemasukan tetap stabil?
Dengan kerendahan hati dan kalau boleh berpendapat, mungkin begini. Pukul 20.00 tempat makan melakukan close order dan hanya melayani take away saja. Bagaimana kalau begitu? Biar tidak 100% benar-benar dihentikan. Biar pemasukan minimal tidak negatif. Tidak minus. Juga, siapa saja yang tidak mengenakan masker tidak akan dilayani.
Selama protokol kesehatan masih dijalankan dengan baik, saya kira tidak masalah kok dengan tetap berjalannya kegiatan operasional di suatu tempat. Kalau kalian melakukan tindakan tegas untuk mereka-mereka yang masih mengesampingkan protokol kesehatan, maka itu sah-sah saja. Tapi untuk aturan jam buka-tutup, saya rasa masih tidak masuk akal.
Yang jualan dari siang sampai tengah malam saja tidak terjamin pemasukannya. Apalagi ini waktunya dipangkas. Sudah cukup rambut aja yang dipangkas, uang kami jangan dong. Sekali lagi, kalau kalian mau jamin kehidupan kami sih tidak jadi masalah. Ini sudah cari makan sendiri, tapi malah diatur-atur. Hmm…. Cuma bisa menghela nafas dan geleng-geleng kepala aja deh.
Daripada kalian sibuk ngurusin rakyat kecil yang masih kewalahan cari makan, mending urus orang luar yang seenak jidatnya sendiri itu. Yang datang ke Indonesia seolah selebritis ternama, padalah dia hanya orang miskin di negaranya. Yang mempermainkan aturan di negara kita. Yang ogah-ogahan pakai masker menutupi hidung dan mulutnya.
Jangan buat hidup kita bergantung pada mereka. Kita ini penghuni, bukan pengungsi. Kita ini bukan turis, bukan pula pengemis atas kedatangan mereka. Kita ini tuan rumahnya. Siapapun yang berani mengusik rumah, jangan segan mengusirnya.
Yah… yang namanya rakyat ya cuma bisa sambat. Entah didengar atau enggak bukan lagi urusan. Yang penting selalu berdoa semoga tiap hari masih bisa cukup rejekinya untuk makan. Saling jaga satu sama lain karena kondisi juga belum stabil. Dan tentunya semoga Indonesia segera baik-baik saja alam dan seisinya.[]