• Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kerjasama
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
Tuesday, 02 December 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Sambatologi

Hari Raya Kenangan dan Peringatan Patah Hati

Moh. Ainu Rizqi by Moh. Ainu Rizqi
29 March 2021
in Komentarium, Sambatologi
0
Hari Raya Kenangan dan Peringatan Patah Hati

Sumber: https://www.behance.net/gallery/84137695/Love-Paper-art

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Dunia yang itu-itu saja, ternyata menghasilkan sesuatu yang begini, begitu, ini, itu dan anu. Sama halnya perihal patah hati. Patah hati pasti ya itu-itu saja. Tapi, output-nya? Jelas banyak cerita yang begini, begitu, bahkan sangat anu. Fenomena yang sangat unik sekaligus miris.

“Yang bergerak jarinya, yang menyala gawainya, eh, yang sakit malah hatinya.” Ada pula “Yang dilihat gawainya, yang melihat air matanya.” Sial bin mampus kau dibuatnya.

Patah hati banyak disebabkan oleh kehilangan yang kawin dengan waktu untuk menyuburkan janin yang bernama kenangan. Patah hati lalu menyebabkan lenyapnya kesenangan; kebahagian yang lapar; dan senyuman yang usang. Ugal dan janggal.

Manusia-manusia yang mengalami patah hati sering kali terjebak pada banjir yang bersumber dari matanya sendiri. Selain itu, jebakan yang sangat mendominasi adalah ruang kenang yang ada di balik kening manusia itu sendiri. Jebakan-jebakan yang lebih tepatnya disebut fatamorgana. Fatamorgana kekasih; fatamorgana mantan lebih tepatnya.

Pada fase patah hati ini, manusia benar-benar ditelanjangi akan kebodohannya. Banyak yang mendadak goblok karena patah hati. Hal ini pula yang membuat kita semakin mengamini bahwa sebagai manusia, kita hanya bisa mencintai, bukan memiliki, apalagi menguasai. Betapa lemahnya manusia.

Seiring berjalannya waktu, manusia banyak yang berhasil menjahit luka pada patah hatinya dengan rajutannya sendiri maupun lewat bantuan orang lain. Namun, lagi-lagi yang namanya kenangan selalu datang tanpa kenal ruang dan waktu. Kenangan hadir dengan tawa angkuhnya. Kenangan hadir dengan membawa garam untuk ditaburkan di atas luka yang belum benar-benar sembuh. Kenangan itu pula yang menjadikan istilah “gagal move on” menjadi mantra agung bagi para pelaku patah hati.

Jalan panjang manusia yang menapaki rimba patah hati memang sangat suram. Belum lagi jika terjerat oleh akar pohon kesedihan−yang jika diputus justru semakin menjerat. Hingga pilihan terakhir adalah memberikan jiwa kita seutuhnya pada akar itu, lalu memberi jeda pada nafas kesengsaraan agar ia pernah menjadi salah satu bagian penting dalam roda hidup manusia.

Jika saja di dunia ini ada yang membuka “Jasa Pengobatan Patah Hati” atau “Jasa Menjahit Luka”, bisa dipastikan para pekerjanya tak akan memiliki waktu luang sedikit pun. Sebab luka, patah hati, kesedihan, dan kenangan adalah makhluk yang melampaui waktu dan sarat akan rindu. Ya, rindu terhadap siapa saja yang ingin disasarnya. Tak pandang usia dan besaran dosa. Mereka semua adalah lawan cinta yang paling sukar untuk ditaklukkan. Bahkan, dalam keadaan tak sadar (tidur) saja mereka masih sempat-sempatnya hadir melalui kembang yang mekar di saat senja ketidaksadaran (mimpi).

Parahnya, hal itu akan berkelanjutan ketika manusia bangun dari tidurnya. Tak jarang lelehan air mata meluap di saat-saat wajah masih kusut dan mata masih belum purna menyala.

Lantas, akankah patah hati terus abadi menghantui manusia-manusia yang yang sedang meramaikan jagat asmara?

Sebelum mekar cinta menjadi nyenyak dibunuh waktu, alangkah baiknya cinta itu segera dijerat oleh rindu. Jangan biarkan asmara ringkih ditendang rasa hampa. Jika terlanjur patah hati, ya sudah. Mau diapa-apakan, patah hati, ya, tetap patah hati.

Patah hati terkadang menjadi kanvas yang terbentang luas. Manusia-manusia yang baru saja mampus diputus cintanya seketika menjadi pelukis yang membawa kuas, dengan ragam warna catnya, yaitu: luka, kenangan, kesedihan, dan ingatan tentang mantan. Tak heran jika seseorang yang sedang mengkhidmati kehilangan banyak yang menjadi seniman. Karena kehilangan merupakan seni mengelaborasikan luka, kenangan, kesedihan, dan ingatan tentang mantan dengan gradasi waktu yang semakin pilu menjadi sebuah masterpiece di atas kanvas patah hati.

Anehnya, hingga saat ini obat patah hati yang benar-benar mujarab belum ditemukan. Padahal sejak ribuan abad lalu teramat banyak manusia-manusia yang telah mengalami patah hati dan kehilangan. Meski ada yang mengaku patah hatinya telah terobati oleh datangnya orang baru, hal itu bisa saja jenis cinta yang termasuk dalam kategori “Eros”. Sebuah cinta yang berdasarkan ketertarikan fisik. Sedangkan fisik sendiri rawan punah ditelan takdir.

Ada pula yang hadir untuk menjadi penjahit luka dengan membawa sekantong cinta. Tapi lagi-lagi cinta yang dibawanya hanyalah cinta yang “Ludus”. Hanya untuk bersenang-senang tanpa komitmen. Patah hati yang berasal dari cinta “Agape” (cinta yang tulus) memang rawan menjadikan manusia seketika bodoh. Rawan menjadikan manusia terperangkap pada jurang kesedihan yang tak berujung.

Jika memang begini adanya, alangkah baiknya patah hati perlu dijadikan sebuah perayaan rutin. Entah kapan perayaannya, patah hati adalah hari raya bagi kenangan dan kehilangan. Merayakan patah hati juga sebuah seni, yaitu seni menikmati kesedihan dan keterpurukan. Jadi, siapkah kita menikmati patah hati? Siapkah kenangan dan kehilangan kita berhari raya? Selamat merayakan, selamat menggetarkan mantan.[]

Tags: cintagawaimove onpatah hatisambatologi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Perilaku Umat Beragama Kiwari: Sebuah Ironi

Next Post

Menulis Puisi

Moh. Ainu Rizqi

Moh. Ainu Rizqi

Alumni Aqidah Filsafat Islam UINSUKA dan Guru Honorer yang gemar ngopi sambil menulis

Artikel Terkait

Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
Komentarium

Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti

26 September 2025

Ada sebuah kawasan yang tampak biasa di peta, namun warganya hidup dalam kepungan janji palsu yang manis. Mereka mendapat iming-iming...

Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
Sambatologi

Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung

30 August 2025

Tiap hari, selalu saja ada berita yang buat perut sakit. Aktornya tiada lain tiada bukan adalah pihak pemerintah. Dari hulu...

Belajar Mengitari Israel
Cangkem

Belajar Mengitari Israel

19 April 2023

Kebetulan tulisan saya kemarin di rubrik ini bertali-singgung dengan Israel. Kebetulan juga saya seorang pemalas akut. Daripada cari bahan nyangkem...

Menguak Kebodohanmu Melalui Rekomendasi Netflix-ku
Cangkem

Menguak Kebodohanmu Melalui Rekomendasi Netflix-ku

29 March 2023

Saya ini sekarang suka nulis, tapi kalau disuruh. Disuruh empunya web ini, contohnya. Tiga tahun lalu saya nulis kayak orang...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Gambar Artikel Puisi Dengan Angin

Dengan Angin

19 January 2021
Ruang Tunggu: Puisi-puisi Habib Muzaki

Ruang Tunggu: Puisi-puisi Habib Muzaki

26 December 2022
Gambar Artikel Tuntunan atau Tips Merayakan Valentine untuk Jomblo

Tuntunan Merayakan Bulan Asmara ala Jomblo

17 February 2021
Cinta Melekat pada Ubun Dada yang Membelah

Cinta Melekat pada Ubun Dada yang Membelah

18 November 2021
Dimulai dari Ibu

Dimulai dari Ibu

6 May 2021
Alam Pikiran

Alam Pikiran

9 June 2021
Gambar Artikel Monolog : Bersama Sangkala, Menuju Tiada

Monolog: Bersama Sangkala, Menuju Tiada

1 November 2020
Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

13 January 2022
Sedih yang Diam

Sedih yang Diam

1 April 2022
Telur, Susu, dan Viagra di Cafe Puisi Mbeling

Telur, Susu, dan Viagra di Cafe Puisi Mbeling

27 January 2021
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Mempersenjatai Trauma: Strategi Jahat Israel terhadap Palestina
  • Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”
  • Gelembung-Gelembung
  • Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm
  • Di Balik Prokrastinasi: Naluri Purba Vs Tuntutan Zaman
  • Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

Kategori

  • Event (14)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (12)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (66)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (53)
  • Metafor (217)
    • Cerpen (55)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (49)
    • Gaya Hidup (26)
    • Kelana (13)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kontributor
  • Hubungi Kami

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Kami
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Hubungi Kami
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.