• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Selasa, 26 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Sambatologi

Fenomena #MacanTernak

Mama-mama cantik nganter anak

Intan Gandhini by Intan Gandhini
3 Agustus 2021
in Komentarium, Sambatologi
0
Fenomena #MacanTernak

Ilustrasi Mengantar Anak Sekolah (Istockphoto/ Damircudic)

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Di hari yang sunyi, ada baiknya kita buka sesi per-sambatan yang sudah lama menyelinap dalam batin ini. Rasanya media terbaik untuk melampiaskan kekesalan adalah melalui tulisan. Iya, tulisan.

Hari ini masih sama. Tidak jauh berbeda dengan waktu-waktu yang lalu. Angin enggan berbisik pada ranting, daun juga tengah terlelap karena lelah seharian berfotosintesis—mungkin. Begitupun saya, yang turut merasakan kepiluan atas segala yang terjadi.

Pengembaraan—begitulah saya menyebutnya untuk mengamati keadaan sekitar—ini saya awali dengan penemuan fenomena baru beberapa waktu belakangan. Lebih tepatnya mungkin beberapa bulan pasca Indonesia dinyatakan terpapar virus mematikan berinisial C: virus Corona. Namun pengamatan itu terus berlangsung hingga sekarang.

Jika dulu saat saya berangkat kuliah dan sering melihat fenomena “Macan Ternak” atau singkatan dari “mama-mama cantik nganter anak” pada setiap pagi. Mayoritas mama cantik nan muda ini berpenampilan stylish mengantarkan anaknya menuju tempat mencari ilmu. Tidak sedikit pula mereka menggenggam ponsel di tangannya lalu berswafoto ria dengan kepiawaian berpose. Sungguh fenomena yang nyata di hadapan saya.

Tidak cukup di situ. Beberapa dari circle Macan Ternak itu rupanya juga eksis di dunia maya. Setelah anaknya masuk ruang kelas untuk belajar, mama cantik ini kemudian menggencarkan aksinya. Dengan memposting beberapa foto di media sosial dengan caption ala-ala artis Korea.

Begini kira-kira. “Hallo gaes, lagi nemenin si cantik belajar sambil ngonline nih”. Ada juga, “Ayahnya kerja, bundanya nemenin buah hati belajar dong,”. Parahnya, ada beberapa postingan mama cantik itu yang nangkring di beranda FB saya. Dan tidak sedikit menuai perhatian publik untuk sekadar nimbrung di kolom komentar. Haih, welcome to Indonesia!

Penampakan semacam itu mungkin telah menjamur di sekitar kita. Karena memang kebanyakan seorang ibulah yang mengantarkan anaknya pergi ke sekolah, terutama dalam hal ini sekolah TK atau Playgroup. Hal itu memang wajar apalagi seorang ibu pasti akan menunggu anaknya saat proses belajar hingga selesai. Saya rasa hal ini pasti terjadi di setiap lembaga pendidikan Taman Kanak-kanak.

Namun seiring perjalanan waktu, apalagi sejak negara kita kedatangan tamu tak diundang berupa Corona, fenomena Macan Ternak tak lagi saya jumpai. Terlebih saat diberlakukan lockdown di mana-mana, sekolah diliburkan. Hal ini yang kemudian memicu kebingungan mama cantik itu harus bertindak bagaimana.

Sering saya mendapati sambatan dari tetangga saya—yang mungkin dulu tergabung dalam rumpun Macan Ternak itu—yang berbunyi begini:

“Biyuh biyuh, sekolah kok diliburkan to Mbak, nanti bagaimana nasib belajarnya anak saya? Wong saya juga tidak paham pelajarannya lho…. Anak saya juga susah diajak belajar kalau di rumah.”

Tentu masih ada beberapa mama cantik yang mengadukan hal yang sama, lagi-lagi sosok ibu tidak siap mendidik anaknya dalam urusan belajar. Kurang lebih itu problematikanya.

“Seorang perempuan adalah madrasah pertama bagi anaknya kelak.”

Jika satu statement ini dibedah dan dianalisa, mungkin akan related dengan apa yang saat ini terjadi. Disadari ataukah tidak, seorang ibu sedikit banyak memang harus paham ilmu pendidikan. Untuk apa? Untuk buah hatinya. Iya, buah hatinya kelak–buat yang tidak berniat menikah, ya, minimal untuk bekal momong ponakan.

Menjadi perempuan yang berpendidikan tinggi tentu tidak sia-sia, kan? Setidaknya jika tidak bisa duduk di kursi terhormat, masih bisa mendidik anaknya dengan cermat. Maka dalam hal ini seorang perempuan harus berusaha agar menjadi sosok yang sholihah dalam berintelektual.

Lalu bagaimana jika seorang perempuan terbatas pendidikannya? Mungkin hanya tamat SMP, atau SMA?

Inilah yang saya sebut sebagai sebuah rukhshoh (keringanan). Hehe. Tak apa bagi sebagian perempuan yang mungkin tidak mampu melanjutkan pendidikan tinggi, masih ada pembelajaran dari semua sisi kehidupan. Semisal mendidik anaknya dengan karakter yang bagus dan lain sebagainya. Dalam hal ini seorang perempuan harus berusaha agar menjadi sosok yang sholihah dalam bersosial.

Dengan begitu tidak ada batasan kan untuk seorang perempuan agar bisa mendidik anaknya?

Saya berasumsi bahwa menjadi perempuan memang harus terus belajar. Belajar tidak harus dilakukan di bangku pendidikan saja, namun jika masih mampu untuk menempuh itu, kenapa tidak? Bagi saya perempuan berilmu itu memiliki satu keistimewaan tersendiri. Tidak penting berapa banyak gelar atau ijazah yang telah didapatkannya. Namun seberapa besar pengaruhnya untuk sekitar, terutama keluarga. Karena kelak, dialah yang akan mengajari anaknya agar menjadi generasi yang lebih baik.

Dan bagi mama cantik yang sedang menghadapi kesulitan mengajari anaknya, jangan menyerah. Sebab kita tidak tahu akan sampai kapan ujian ini berlangsung, hingga belum bisa dipastikan kapan sekolah akan kembali dibuka. Saran dari saya, yang barangkali akan terdengar klise, teruslah belajar dari segala sendi kehidupan.

Sedangkan untuk kita yang sedang mempersiapkan diri menjadi mama, jadilah Macan Ternak juga namun dengan versi “mama cantik pinter idola anak” (hehehe). Semangat belajar dan terus memperbaiki diri, ya.[]

Tags: fenomena macan ternakmamah mudamedia sosialsambatologi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Pelabuhan Terakhir dan Puisi Buatmu

Next Post

Nirwana Khatulistiwa

Intan Gandhini

Intan Gandhini

Tinggal di Ponorogo. Penulis buku "Catatan Hati di Tengah Pandemi" dan "Stop Wishing Start Doing By Learning". Anggota komunitas Kampus Literasi, Founder komunitas Pelangi Aksara. Juara III Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Universitas Sumatera Utara-Medan dan Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Universitas Darussalam Gontor. Bisa disapa via Instagram @intan_ganndhini

Artikel Terkait

Belajar Mengitari Israel
Cangkem

Belajar Mengitari Israel

19 April 2023

Kebetulan tulisan saya kemarin di rubrik ini bertali-singgung dengan Israel. Kebetulan juga saya seorang pemalas akut. Daripada cari bahan nyangkem...

Menguak Kebodohanmu Melalui Rekomendasi Netflix-ku
Cangkem

Menguak Kebodohanmu Melalui Rekomendasi Netflix-ku

29 Maret 2023

Saya ini sekarang suka nulis, tapi kalau disuruh. Disuruh empunya web ini, contohnya. Tiga tahun lalu saya nulis kayak orang...

Dear Orang Tua: Tolong Jangan Perlakukan Anak Semena-mena!
Komentarium

Dear Orang Tua: Tolong Jangan Perlakukan Anak Semena-mena!

9 April 2022

Belum lama ini timeline media sosial saya sempat dilewati sebuah berita soal seorang ayah yang membanting laptop anaknya. Hal tersebut...

Bias Kontol dan Efek Sampingnya yang Menyebalkan
Cangkem

Bias Kontol dan Efek Sampingnya yang Menyebalkan

21 Maret 2022

Silakan kalau anda ingin memfitnah saya sebagai orang yang sedang misuh atau berkata kasar sejak dari judul. Tapi kontol sebagai...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Pergantian Musim

Pergantian Musim

6 Februari 2021
Tips Memakai Kacamata Kehidupan

Tips Memakai Kacamata Kehidupan

20 Februari 2021
Anjingaseo

Anjingaseo

5 Februari 2021
Nirwana Khatulistiwa

Nirwana Khatulistiwa

3 Agustus 2021
Gambar Artikel Puisi Solilukoi Seorang Koruptor

Solilokui Seorang Koruptor

31 Januari 2021
Seni Memahami (Diri)

Seni Memahami (Diri)

11 April 2022
Mengenali Karakter Orang Lewat Tulisan Tangan

Mengenali Karakter Orang Lewat Tulisan Tangan

27 Februari 2023
Hartojo Andangdjaja: Menulis Puisi dengan Bahasa yang Jernih

Hartojo Andangdjaja: Menulis Puisi dengan Bahasa yang Jernih

11 Oktober 2021
Gambar Esai Advaitam Tagore dan Anasir Subtil D. Zawawi Imron Advaitam Te

Advaitam Tagore dan Anasir Subtil D. Zawawi Imron

14 Januari 2021
Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

31 Januari 2022
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (213)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (19)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.