Perihal minat baca, kita sudah sangat sering mendengar bahwa masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang sangat rendah. Data UNESCO―bicara data biar kayak Lord Luhut―menyatakan bahwa persentase minat baca di Indonesia hanya 0,001%. Data ini biasanya ditafsirkan begini, “Dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka baca”.
Sebaliknya, di media sosial justru masyarakat kita terkenal sangat ‘cerewet’. Mari kita renungkan! Kita sangat jarang mengisi pikiran dengan informasi, tapi kita suka bicara (seolah sedang memberi informasi). Jika demikian, kira-kira yang kita bicarakan itu pengetahuan atau sekadar terkaan?
Setelah dari data yang berupa angka, kita beralih ke sejarah. Sependek mata pelajaran Sejarah (Indonesia) yang saya ikuti di sekolah, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah, saya belum menemukan penjelasan bahwa kerajaan-kerajaan zaman dulu punya perpustakaan yang besar. Hal yang paling banyak ditunjukkan dalam buku mata pelajaran Sejarah di sekolah adalah kekuatan militer kerajaan-kerajaan tersebut.
Ini memberi kesan bahwa sejarah kerajaan di Nusantara hanya soal perang dan perluasan wilayah. Berdasar hal termaktub saya jadi bertanya-tanya, apa iya jejak sejarah Nusantara yang demikian (yang kurang menonjolkan kemajuan pengetahuan) turut menjadi penyebab rendahnya minat baca masyarakat Indonesia?
Terlepas dari itu semua, sekarang sudah waktunya kita meningkatkan minat baca kita. Mungkin beberapa dari kita sudah mengetahui apa saja manfaat membaca, sehingga hal tersebut mendorong mereka untuk lebih giat membaca. Nah, bagi yang belum tahu manfaat membaca, mungkin bisa cari alasan terlebih dahulu mengapa mesti membaca. Saya menemukan 4 alasan fundamental terkait keharusan kita membaca, sebagai berikut.
- Perintah Agama
Siapa sih di antara kita yang nggak tahu tentang wahyu yang pertama diturunkan pada Nabi Muhammad saw.? Wahyu pertama tersebut diawali dengan kata iqra’. Bacalah! Kita sepertinya tidak punya pendapat yang kontradiktif terkait makna kata iqra’ itu sendiri. Semua sepakat bahwa maknanya adalah perintah membaca. Namun, tentu saja bila dipahami secara lebih luas makna kata iqra’ bukan hanya perintah membaca teks, tapi juga membaca konteks. Wahyu pertama tersebut kerap dijadikan dasar pernyataan bahwa agama (Islam) sangat menentang kebodohan.
Nah, jika sudah tahu kalau membaca itu perintah agama (bahkan Allah swt langsung yang memerintahkan), kenapa kita masih saja enggan membaca? Ini yang bikin jadi paradoks. Padahal kita sadar bahwa perintah itu untuk ditaati/dilaksanakan, tapi kita malah membiarakan perintah tersebut. Jika memang membaca itu terasa susah, ya kita mulai dengan sedikit-sedikit terlebih dahulu.
Gus Baha’ pernah menerangkan bahwa ada kaidah, “Ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh―Apa yang tak bisa dikerjakan seluruhnya, jangan tinggalkan semuanya!” Jadi, bila kita (merasa) tidak bisa banyak membaca, jangan jadi orang yang sama sekali nggak membaca. Upayakan untuk tetap membaca, walaupun sedikit.
- Menambah Wawasan dan Sudut Pandang
Jika ada yang ditanya, “Kenapa kamu membaca?”, umumnya menjawab untuk menambah wawasan. Saya rasa ini memang alasan paling mendasar dari kegiatan membaca. Ya, kalau kita tidak membaca, wawasan kita akan terhenti pada hal yang sama. Saat kita melakukan aktivitas yang sama, kita akan merasa bosan.
Masa’ kamu ndak bosan kalau wawasanmu itu-itu melulu dan nggak berkembang? Jika pun kita tidak merasakan hal tersebut, boleh jadi orang lain (lawan bicara) yang merasakan kejenuhan terhadap kita. Ini disebabkan karena yang kita tahu hanya itu-itu saja.
Selain menambah wawasan, membaca juga akan memperluas sudut pandang. Tanpa membaca, kita mungkin akan merasa bahwa sudut pandang kita selalu benar. Ketika ada hal yang bertentangan, maka itu pasti salah. Ini merupakan dampak buruk saat kita melihat sesuatu dari satu sudut pandang belaka. Padahal, bisa saja hal tadi mengandung kebenaran saat kita melihatnya dari sudut pandang lain. Nah, untuk menambah sudut pandang, kita bisa mempelajari sudut pandang orang lain melalui karya tulisnya.
- Membiasakan Diri Memahami Sebelum Bicara
Salah satu kebiasaan buruk kita adalah terlalu terburu-buru dalam berbicara untuk menanggapi sesuatu. Hal ini tak jarang membuat kita jadi sering memotong pembicaraan orang lain. Masalahnya, ketergesa-gesaan itulah yang kerap menjatuhkan kita dalam jurang kesalahan.
Apabila kita mau menyadarinya, kita harus mulai berusaha menghentikan kebiasaan buruk tersebut. Menurut saya, salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan hal itu adalah dengan perbanyak membaca. Melalui aktivitas membaca, secara tidak langsung sebenarnya kita sedang melatih diri kita untuk memahami dan mencerna terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan.
Hal ini penting dilakukan supaya saat kita berdiskusi dengan orang lain yang terjadi bukan debat kusir. Tahu, kan, betapa capeknya berdebat dengan orang yang bicara terus tanpa pernah mau mendengar?
- Memperbaiki Tutur Kalimat
Sependek yang saya perhatikan, ucapan yang keluar dari mulut merupakan representasi dari isi kepala. Saya pernah melihat orang yang kurang tepat menempatkan ‘diksi ilmiah’ dalam ucapannya. Alih-alih memberi kesan ilmiah, hal itu justru membuat pendengar mengernyitkan dahi. Guna menghindari peristiwa ‘memalukan’ seperti ini, maka mau-nggak mau kita harus belajar menyusun kalimat yang memahamkan (jangan hanya demi kesan ‘ilmiah’ belaka!).
Cara terbaik untuk belajar hal termaktub tentu saja dengan banyak membaca. Konklusi sederhana yang bisa diambil dari sini adalah, “Semakin orang banyak membaca, semakin memahamkan (dan nggak ndakik-ndakik) kalimat yang diucapkannya”.[]