slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Puisi Syahadat 12 Bar - Sebungkus Puisi Blues - Metafor.id
Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Monday, 2 June, 2025
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Puisi

Syahadat 12 Bar

Sebungkus Puisi Blues

Sobrun Jamil by Sobrun Jamil
22 January 2021
in Puisi
0
Gambar Artikel Syahadat 12 Bar, Puisi Blues

Sumber Gambar: https://www.lenamacka.com/illustrations/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Puisi Qudsen Blues

“Li annahum jahilu wa jahhalu, fakun Ya ‘Alimu mu’allimi…”

Tujuh helai daun singkong mengandung sebelas dimensi. Kitab konon dan firman-firman trotoar mengencingi jalanan dengan ilmu hikmah. Tidak sekali dua kali kudengar suara knalpot rombeng dari dalam aortamu. Seperti penempuh sunyi yang tak berhenti memaki, kulipat mati jauh ke dalam saku celanaku.

Ssst, lebih baik Blues. Jangan katakan apa-apa, sayang. Bibirmu sedang sariawan dan Indonesiaku belum sembuh dari sakit tuli berkepanjangan. Lihat, awan retak dan rembulan penyok. Seperti bentuk televisi milik tetangga.

Aku pamit pulang ke selokan. Mengurai guru dari sampah pembalut dan sisa makanan yang dilemparkan orang. Kuberitahu. Di lorong panjang ini (fantasi diskoria), pengalaman dan pemahaman tak pernah berhenti mengalir seturut gerak air comberan yang berakhir di qalbu manusia.

Indonesiaku terus melenggang sementara aku berangkat tidur. Mengaliri abad dengan telapak tangan kanan menekan dada dan telapak tangan kiri menekan perut. Bergoyang ke kiri dan ke kanan, mengulang-ulang ayat Tuhan: ‘allamal insaana maa lam ya’lam.

Terus menerus kuhindari Indonesia, sampai pun di mimpi. Sampai pun ke mimpi!


SP, Juni 2020.

 

Puisi Blues Zaqqum

Satu tetes minyak dari pohon busuk itu menjaga nyala api neraka. Terkencing-kencing pasti, siapapun! Kecuali aku: ulat di pohon itu. Sejengkal demi sejengkal, numpang makan dan melubangi kehidupan.

Tuhanku, sudah lama aku pergi tapi tidak ke mana-mana. Aku di pohon itu, berak kencing kapan saja, semau-mau. Seperti katamu, di dalam tubuhku neraka juga. Bau mulutku aroma asap krematorium, tulang hangus, dan debu rangka manusia.

Amat mudah juga untuk tinggal di daging manusia. Aku, ulat pohon Zaqqum, senang makan yang busuk dan mati. Seperti aku sendiri.

Ilmu, hati, lagu, cakrawala, nurani, mampet di pembuluh darah manusia. Kebodohan adalah sarang lembab bagi kelahiran aku yang lain. Aku kenyang, aku tak pernah kelaparan selama hidup di sini. Lihatlah sampah-sampah di ginjal dan puisi manusia. Mengular sampai jauh ke tak terhingga.

Aku ulat pohon Zaqqum, kepada setiap kebebalan yang meranggas di jantung hidup manusia, aku ucapkan: assalamu’alaikum!


SP, Juni 2020.

 

Syahadat 12 Bar

Di regangan jarak yang memisah ufuk harapan dan putus asa, kita berjalan terhuyung, membentur tiang-tiang listrik, kesendirian, protokol kesehatan, dan sabun cuci tangan tumpah tersampar ke atas nasib kumal.

“Saudara-saudaraku yang menakutkan bagi kita bukan kematian”, kata sahabatku. Tapi jiwa kikir yang takut esok tak lagi bisa memakai sepatu lux, melihat barisan angka di kartu atm, atau sekadar memandang wajahmu, kekasih.

Abad megatron ini sudah lama kita hidupi. Sampai ikut daging kita jadi lempengan perak. Pecahan beling dari botol-botol bir yang memabukkan masa silamku, tak lebih menggores dari hilangnya cinta. Tak lebih perih dari melihat sesama manusia memakan manusia.

Tuhanku, dengan Blues yang sungguh aku ucapkan kembali syahadatku. Tiang-tiang pasak antara tulang belulang dan poros inti bumi. Harus tegak! Aku tak bisa loyo dalam kegelapan, walau mustahil cahaya menjemput. Tapi sujudku pada-Mu tak kurang Blues! 12 bar atau lebih, aku ingin terus.


SP, Juni 2020
.

 

Puisi Blues Kerupuk Ames dan Gorengan Dingin

Setiap hari aku belajar memahami ragam bahasa. Bukan karena ingin sejajar Baginda Sulaiman yang mampu berunding dengan Hud Hud, Jalak Bali, atau Mockingbird Blues. Kepada bahasa kerupuk ames dan gorengan dingin saja susahnya setengah mati. Bahkan terengah-engah aku memahaminya. Lihat, sedemikian dingin mereka mengungkapkan diri di hadapan abad glamor yang berlenggak-lenggok. Tak bergeming mereka kepada penjajahan dan penindasan. Aku ingin sekali bisa mengucapkan bahasa kerupuk ames dan gorengan dingin!

Kalau kepadamu mesti kuciptakan empat ratus lorong bahasa yang gagap dan sempoyongan, berapa kali lipat mesti kubangun lorong lain untuk menyentuh ruang hening?

Ay ay ay…berhati-hatilah saudaraku. Di atas bahasa ada makna, tetapi yang berada di balik makna itu apa namanya? Kau pasti bertanya sama sepertiku. Bahasa bisa dirakit, tetapi tidak dengan makna. Ia polos dan jujur, seperti ubun-ubun bayi.

Tentu sajau kau tidak akan serta merta percaya kepada bahasa. Apalagi bahasa yang muncrat dari ludah negara. Kau pasti akan dengan cepat menangkap bahwa pembangunan hanyalah bahasa baru dari apa yang dulu Nabi sebut sebagai penindasan. Hahaha! Beton jembatan layang berdiri di atas nasib lusuh orang-orang kecil. “Berdikari-berdikari!”, kata aktivis ham dan eunonia. “Berdiri di atas kakus sendiri, berdiri di atas kakus sendiri!”, sahut tukang nasi goreng.

Hihihi, kau kecut membaca puisi ini. Tapi aku diam. Seperti kerupuk ames dan gorengan dingin.

SP, Juni 2020

 

Puisi Pak Cempluk Memasak Blues di Atas Wajan yang Ngantuk

Pak Cempluk memasak Blues di atas wajan yang ngantuk. Api di kompor berdzikir pelan, merapal qasidah Ibrahim agar iman matang sempurna. Butuh waktu empat belas abad untuk sepiring nasi goreng dan mimpi yang netes dari kening coklatnya.

Tapi ini Pak Cempluk. Siapa tak kenal dia? Seorang reot yang saban malam mengencingi diktat-diktat ekonomi dari balik pohon sengon. Bawakan padanya semangkuk Adam Smith, John Maynard Keynes, sampai Harland Sanders atau Sri Mulyani dan Jack Ma. Ia akan balik bertanya kepadamu: “telurnya diceplok atau didadar?”

Sambil tetap ngantuk dan membenahi sarungnya yang mlongsor, Pak Cempluk meniti detik demi detik. Menanti Tuhan dengan arloji dan matematika yang aneh. Ini nasi, ini mie, ini kwetiau, dan ini diorama yang bergoyang-goyang!

Pak Cempluk kelewat berani ketika memasak Blues di atas wajan yang melayang-layang. Bahkan kepada satu pelanggan terakhir ia berani bilang: “karet satu atau karet dua, hidup tidak pernah sespesial itu!”


SP, Juni 2020.

 

Logika Blues Paling Sederhana

Kadang Tuhan benar-benar sengaja tidak menghadirkan apapun,
Untuk mengajari logika Blues paling sederhana:
Kau tidak pernah mencari, Tuhan yang mendatangkannya padamu.


SP, Juni 2020

 

Puisi Jejak Walking Blues di Belahan Rambut Pak Lurah

Melihat jejak walking blues di belahan rambut Pak Lurah
Seorang warga membawa ‘If Trouble was Money‘ di bibirnya, dengan sedikit Albert Collins yang gagap
Ia sampaikan, “jadi begini, pak”
Tidak bisa, kata Pak Lurah yang klimis
Pak Lurah melenggang ke dalam kantor dengan menjanjikan sekeranjang B Minor untuk dikonsumsi warga
“Nanti kita obrolkan lagi”, “kapan pak?”
Midnight Blues!
Ah, masa sih. ‘Wonderful Tonight’ yang kemarin saja belum ditepati
Kita masih ingat Eric Clapton kok
Bahkan setiap tidur semua warga selalu memeluk ‘Old Love’ dalam napasnya, dalam tidurnya, dalam mimpinya
Malah sebagian lain selalu merapal ‘Samba Pa Ti‘
Samba pa ti, samba pa ti, samba pa ti
Republik Sambat Sampai Mati
Oh Santana, oh Frank Zappa
Innallaha ma’asshobirin
Gak papa namanya juga kehidupan.

SP, Januari 2021

Tags: bluescoronapuisisastrasyahadat 12 bar
ShareTweetSendShare
Previous Post

Menghindari Kata Sibuk

Next Post

Percakapan Orang Sinting

Sobrun Jamil

Sobrun Jamil

Asal dari Kajen, Pekalongan, Jawa Tengah. Aktif berkegiatan dalam proses penerbitan rutin Buletin Lintang. Boleh diajak nge-blues via Instagram: @sobrunjamil_

Artikel Terkait

Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
Puisi

Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

26 May 2025

belum genap pagi belum genap pagi, belum genap jajanan cuma ganjil-ganjil di hati dan lubang-lubang memenuhi sanubari menjadi tak sampai,...

Penjual Susu dan Puisi Lainnya
Puisi

Penjual Susu dan Puisi Lainnya

2 June 2024

Hikayat Junjungan Kita; Husain ini seruan bergema di dinding padam Terowongan Husain adalah sejarah peradaban jin, manusia, malaikat, dan Tuhan....

Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
Puisi

Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya

5 April 2024

KANDANG MENJANGAN MENGGUGAT Otakmu gemetar merangkai tangkapan. Menyuntingnya, bahkan sebelum menyusunnya. Seakan aku bukanlah hal konkret dan kau perlu membangunku....

Aku Merangkum Desember
Puisi

Aku Merangkum Desember

30 March 2024

Aku Merangkum Desember desember. persis. mendungnya langit dengan matamu. kilat-kilatan petir mengiringi gerimis di matamu. tersedu-sedan. hujan mulai deras. pun...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Senja Carita

Senja Carita

24 April 2021
Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)

Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)

20 April 2022
Pendidikan, Multiple Intelligences dan Persoalan Era Digital

Pendidikan, Multiple Intelligences dan Persoalan Era Digital

25 June 2021
Bentang dan Jet Lag Blues

Bentang dan Jet Lag Blues

31 August 2021
Menulis Puisi

Menulis Puisi

31 March 2021
Gambar Artikel Ada Apa dengan Pak Prabowo Subianto?

Ada Apa dengan Pak Prabowo Subianto?

31 December 2020
Gambar Artikel 7 Kumpulan Lagu Barat yang Asik / Enak di Dengar Kuping. Kumpulan Lagu yang bikin hati kalian melted / meleleh

7 Lagu Barat yang Asik di Kuping

26 February 2021
Tempat: Kenangan dan Seisinya

Tempat: Kenangan dan Seisinya

28 January 2021
Apa Tidak Eman-eman?

Apa Tidak Eman-eman?

1 March 2021
Kirsip

Kirsip

10 March 2021

Ikuti Kami di Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
  • Puasa Puisi: Perayaan Sastra Lintas Bahasa
  • Aku Merangkum Desember

Kategori

  • Event (10)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (8)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (206)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (136)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In