Tanpa Musik, Mungkin, Hidup Tinggallah Kesunyian yang Nauseatik
: Ludovico Einaudi
instrumen experience tiba
ke telingaku, seperti seseorang
yang kukenal lama. tanpa sangsi,
menyelinap melalui jendela-sadarku:
menggotong kesadaranku—ke hari
pemakamanku, hari di mana langit
memasang wajah mendung—tanpa
jawaban akan hujan. lalu ia memutar,
seluruh lanskap waktuku—serupa film
teatrikal & kolosal dengan sentuhan
efek sinematik; yang pada gilirannya,
secara irasional, menabur momen puitik—
pada muramnya puisi-puisiku, yang
tak pernah bisa membayangkan …
bagaimana jadinya—bagaimana jika
musik tak pernah ada, tak menenangkan,
atau tak mampu jadi rute pelarian
bagi kesunyian manusia?
(2021)
L’esprit de l’escalier
malam itu, kita bercipokan j’antjoque enaknya. tapi lupa selalu saja ingat buat hampiri tempurung memoriku. aku lupa tenggelamkan harap-harap cemasku—dalam-dalam—di dahimu, misalnya. kau lupakan tata permainan bahasamu. dunia mengeras-menyeru jadi dunia! sebab tanda baca yang seru, sepertinya. Wittgenstein lupa, kata-kata mungkin bukan semen. & bahasa tentu bukan coran. mungkin adonan cireng yang punya komposisi: 250 gram(atika) tepung tapi-oke-ya, 1 siung komunikator, 1 siung komunikan, 3 sendok makan perdebatan langue-parole; bagaimana bisa love adalah cinta?
entah berapa kuintal ketololan yang tercipta dari puing-puing menara babel yang rungkad. aku lupa. aku lupa. aku lupa berapa banyak ketersesalan. yang menyebar ke bagian paling sinting, paling anjing, dari lamunan yang hasilkan keadaan-tak-menyenangkan. bahasa tak pernah lupa untuk sengaja ketinggalan kereta. tapi apakah filsafat bahasa > apa + ? = hmmm, ya¿
(2023)
Pura-pura Surealiasma
di kulkas, Bosch melukis replika neraka.
tak mungkin Rimbaud tidur siang ini.
& menulis seperti seorang waras.
awas! Verlaine kokang revolver
bukan tanda tawa.
mau kau bawa ke mana surealisma itu?
bawa koper ini, & masukan: 1 per 1
manifesto Breton, 1500 bangkai
waktu berbau Dalí, 7 kuintal apel hijau
Magritte, 536 helai gaun tehuana
berwarna Kahlo, & kubisme Picasso
yang paling biru.
tapi neraka adalah lukisan fresko
di langit-langit bahasa— ketika tak ada
yang mampu dipeluk lagi kecuali agama.
Baudelaire masih jackpot, ya?
dada! dada! kata Duchamp, dengan tendensi
tirukan suara air seni di bawah konvensi
estetika realisma.
(2022)
Ode untuk Martir Pengetahuan
bagi masyarakat yang picik & puritan, berbeda isi kepala adalah bencana. tapi cahaya … memanglah kelelawar vampir yang akan mampir—hampir di setiap era, di setiap zaman—menagih darah-darah pengorbanan, meminta tumbal dengan banal: Socrates, Giordano, Hypatia dari Alexandria, Galileo, Campanella, Al-Hallaj, Spinoza, Siti Jenar, & tokoh-tokoh lain yang … tak pernah dicatat sejarah—adalah buktinya.
mari langitkan berjuta surah al-fatihah, mari berdoa: semoga tuhan sisakan satu surga paling firdaus—untuk mereka yang rela berkorban demi perubahan-pencerahan.
(2022)
Comments 1