slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Makanan dan Orang Jawa - Metafor.id
Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sunday, 1 June, 2025
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Makanan dan Orang Jawa

M. Najibur Rohman by M. Najibur Rohman
4 February 2021
in Esai
0
Makanan dan Orang Jawa

Sumber gambar: http://500px.com/photo/131756991

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Bagi orang Jawa, makan tidak sekadar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi memaklumatkan cara pandang dan laku menghargai kehidupan. Saat “ritual” makan digelar, tata krama harus selalu dijaga. Misalnya, santun di meja makan, tidak berisik, perlahan namun tidak lambat dan berpantang untuk makan di sembarang tempat.

Orang Jawa memperlakukan makanan sebagai anugerah. Makanan dijaga sebaik-baiknya sehingga tabu untuk membuang-buangnya. Sebuah mitos tetapi sarat nasehat kerap kita dengar: yen mangan kudu dientekke mundhak pitike podho mati (kalau makan harus dihabiskan, kalau tidak ayamnya mati). Juga mitos yang lain: ora ilok yen mangan neng ngarep lawang mundhak angel jodhone (tidak baik kalau makan di depan pintu, nanti sulit mendapatkan jodoh).

Apa yang ada di balik mitos ini sesungguhnya adalah jalan untuk menghargai makanan. Dengan menghargai makanan, maka secara tidak langsung penghargaan terhadap hal-hal lain muncul. Tanah, dimana tetumbuhan ditanam, perlu dirawat. Tanah memberikan kehidupan, makanan. Air, darimana makanan memperoleh asupan, merupakan entitas penting yang perlu dijaga. Hutan, sungai, dan sebagainya tak boleh mengalami kerusakan. Secara lebih luas dapat diartikan bahwa manusia perlu menjaga bumi seisinya, bahkan alam semesta. Hal itu tidak lain karena manusia dan alam memiliki ikatan timbal balik, saling terikat satu sama lain.

Sudah umum pada masyarakat bahwa laku spiritual juga diwedarkan melalui makanan. Wujud rasa syukur atas karunia Tuhan dengan panen yang melimpah dimanifestasikan dengan acara sedekah bumi. Ketika hasil laut melimpah masyarakat menggelar sedekah laut, atau “perayaan-perayaan” lain serupa itu. Semuanya dilakukan dalam kerangka menghargai makanan, dan rentetan sumbernya, yang telah diberikan bagi kehidupan. Pada intinya orang Jawa tidak hendak menjadi manusia yang mengingkari nikmat.

Meski demikian, sebagai sesuatu yang dicari dan mengenyangkan, tidak lantas makanan diagung-agungkan. Ada batasan-batasan di sana. Sebab itu kita menjadi mafhum bahwa filosofi Jawa mengundangkan agar manusia tidak menjadi tamak, baik secara faktual maupun metaforis. Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java (2008: 64) pernah memberikan kesaksian begini: “meskipun sumber alamnya melimpah, orang Jawa tampaknya berhati-hati dalam hal makanan, mereka tidak suka makan banyak. Makan enak berarti makan dengan lahap, demikian istilah mereka, dan mereka merasa puas dengan hidup secukupnya.”

Demikian pula makanan juga menjadi metafora bagi manusia Jawa dalam hubungannya dengan kekuasaan. Lagu Gundul-Gundul Pacul yang populer itu menisbatkan setiap pemimpin agar tidak gembelengan atau sombong saat nyunggi wakul (diberi amanah untuk memimpin banyak orang). Karena wakul, wadah bagi makanan itu, dengan sendirinya mencerminkan pusat bagi kebutuhan makan banyak orang.

Sehingga jika “wakul ngglimpang”, maka “segane dadi sak ratan”. Saat orang yang dijadikan pemimpin tidak lagi dapat dipercaya, maka kedudukannya tidak membawa manfaat, tidak memberikan kesejahteraan. Dengan kata lain, pemimpin yang nyunggi wakul (menanggung kesejahteraan banyak orang) perlu berhati-hati atau memegang teguh amanah agar tidak jatuh (ngglimpang).  “Sega”, dalam arti makanan maupun kekuasaan, merupakan titipan yang patut dijaga, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Dalam konteks yang lebih luas, makanan bisa dikaitkan secara simbolis bagi kebesaran sebuah bangsa. Bangsa yang besar berarti bangsa yang mampu menyediakan makanan bagi rakyatnya, yang berarti tercapainya kesejahteraan. Di sisi lain bangsa yang besar juga bangsa yang mampu menghargai makanannya sendiri. Sebagaimana pernah dikisahkan Cindy Adams (2014), suatu kali Bung Karno pernah geram pada orang-orang di sekelilingnya karena menganggap makanan Indonesia kurang pantas dihidangkan kepada orang-orang Eropa yang menjadi tamunya.

Bung Karno menolak anggapan dan rasa rendah diri itu. Dengan nada marah ia berujar, “kita mempunyai penganan yang enak-enak”. Di sini, Bung Karno agaknya ingin menampilkan makanan sebagai simbol nasionalisme yang gagah. Sebuah bangsa tidak mungkin dihormati bangsa lain tanpa menghormati dirinya sendiri.

Demikianlah bahwa makanan bisa dinikmati dan dimaknai melalui banyak hal. Apapun kondisinya, apalagi di masa pandemi seperti saat ini, makanan atau pangan atau lebih luas adalah kebutuhan, menjadi sesuatu yang perlu dikelola dengan bijak, baik dalam konteks diri sendiri maupun masyarakat, bangsa dan negara. Terimakasih. Wallahu a’lam.[]

 

Referensi:

Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Jakarta: Yayasan Bung Karno dan PT Media Pressindo, cet. ke-3, edisi revisi, 2014.

Thomas Stamford Raffles, The History of Java, Yogyakarta: Narasi, 2008.

Tags: esaikearifankebudayaanmakanan dan orang jawamitosopinisejarahteladan
ShareTweetSendShare
Previous Post

Promothean

Next Post

Sertifikat Hak Milik

M. Najibur Rohman

M. Najibur Rohman

Tinggal di Semarang. Sesekali menulis dan bekerja di UIN Walisongo Semarang. Boleh ditegur di Instagram @beraskawak

Artikel Terkait

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi
Esai

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi

17 March 2024

Belakang ini isu perundungan bagai bom waktu. Setiap hari bisa meledak di mana-mana, baik di sekolah hingga pesantren elite sekalipun....

Public Speaking Bukan Hanya Keterampilan Orang Terpelajar
Esai

Public Speaking Bukan Hanya Keterampilan Orang Terpelajar

4 April 2023

Berbicara, sebagai kebutuhan primer dalam berinteraksi, dapat membuat sebuah pertemuan menjadi lebih hidup. Bagi kebanyakan orang, sering atau banyak bicara...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Gambar Artikel Puisi Tentang Pandemi : Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

31 October 2020
Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah di Indonesia: Refleksi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah di Indonesia: Refleksi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

11 February 2021
Suaka Rasa dan Derita

Suaka Rasa dan Derita

12 February 2021
Sebungkus Sunyi

Sebungkus Sunyi

20 November 2021
Dari Nafas Malamku

Dari Nafas Malamku

11 May 2021
Menguak Kebodohanmu Melalui Rekomendasi Netflix-ku

Menguak Kebodohanmu Melalui Rekomendasi Netflix-ku

29 March 2023
Novelet Nirmakna & Pandemicthink

Novelet Nirmakna & Pandemicthink

25 July 2021
Gambar Esai Advaitam Tagore dan Anasir Subtil D. Zawawi Imron Advaitam Te

Advaitam Tagore dan Anasir Subtil D. Zawawi Imron

14 January 2021
Depresi Besar, Kaum Pekerja, dan Hilangnya Harapan

Depresi Besar, Kaum Pekerja, dan Hilangnya Harapan

30 April 2021
Selamat Bertugas Selamanya!

Selamat Bertugas Selamanya!

27 April 2021

Ikuti Kami di Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
  • Puasa Puisi: Perayaan Sastra Lintas Bahasa
  • Aku Merangkum Desember

Kategori

  • Event (10)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (8)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (206)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (136)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In