• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Senin, 13 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Idealisme dan Pembantaian

M. Rizki Yusrial by M. Rizki Yusrial
9 Desember 2020
in Esai
0
Gambar Artikel Idealisme dan Pembantaian

Sumber Gambar: https://id.pinterest.com/pin/655625658241235887/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Selama matahari masih terbit dan terbenam di arah yang semestinya, selama suara gemuruh kendaraan yang lalu lalang masih terdengar di daerah perkotaan, selama ayam menyapa manusia dengan hangat di pagi hari dengan suara familiarnya dan selama tumbuhan masih berfotosintesis, selama itu juga kita akan dihadapkan dengan berbagai perbedaan. Mulai dari agama, suku, ideologi dan lain-lain.

“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda”. Sebuah kalimat yang yang keluar dari seorang tokoh nasional yang kita kenal dengan Tan Malaka. Sebagai tafsiran pribadi, Tan Malaka menganjurkan para pemuda untuk memiliki idealisme agar ada sesuatu yang menjadi kemewahan. Sebab tak semua pemuda terlahir dari orang tua yang kaya raya.

Namun, kalimat dari Tan Malaka tentang idealisme ternyata tak serta merta berdampak positif terhadap perkembangan bangsa. Dalam dunia anime, pemuda yang memiliki ideliasme terkuat bagi saya masih dipegang oleh Uchiha Itachi, salah satu karakter dalam anime Naruto.

Dengan sikap nasionalismenya yang sangat idealis, Uchiha Itachi rela membantai seluruh anggota klannya sendiri dengan tujuan mempertahankan keutuhan negara. (Demi bangsa dan negara!). Tindakan itu didasarkan atas isu pemakzulan hokage dan rencana kudeta yang telah disiapkan oleh klannya. Tindakan sadis Uchiha Itachi rupanya juga terjadi dalam kehidupan nyata. Sebuah negara kepulauan (sebut saja Indonesia) sering terjadi pembantaian yang berlandaskan ideologi. Mulai dari sikap nasionalisme sampai ke pembelaan terhadap agama.

Yang sangat saya sayangkan adalah selalu ada orang atau kelompok yang menggunakan agama dan Tuhan sebagai pembenaran atas tindakan pembantaian. Padahal menurut hemat saya, agama hadir bukan untuk menciptakan perpecahan.

Pelanggaran hak asasi manusia yang berlandaskan ideologi agama sering kita kenal dengan aksi terorisme. Hal ini sering terjadi dan selalu warga sipil yang menjadi korban. Entah apa yang menjadi tujuan, yang jelas ada maksud tersembunyi dalam pembantaian orang tak bersalah itu.

Jika kita melihat kenangan-kenangan kelam yang terjadi di masa lalu, dimulai dari tahun 1967 terjadi penyerangan dan pembakaran gereja-gereja yang terjadi di Makassar. Kemudian di tahun 2002 terjadi lagi aksi pemboman di Bali sebanyak tiga kali. Ledakan pertama dan kedua terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club di Jalan Legian Kuta, Bali dan ledakan terakhir terjadi di dekat kantor konsulat Amerika serikat.

Hal yang menyeramkan itu terus menerus terjadi sampai bom gereja di Surabaya. Dalam waktu dekat ini terjadi lagi di Sulawesi Tengah. Setiap kejadian ending-nya selalu sama. Masyarakat akhirnya saling olok-mengolok terkait isu agama satu sama lain.

Padahal dalam cultural studies, para pemikir telah menciptakan sebuah terobosan untuk mengkritisi pemikiran modernisme. Sebab pikiran modernisme ini telah menciptakan peperangan ideologi yang berlanjut pada peperangan fisik. Sebagai bukti konkret atas perbedaan ideologi terjadi dua perang dunia yang menggugurkan banyak korban dalam waktu yang sangat singkat. Kemudian dunia dihadapkan dengan berbagai perang dingin yang memuluskan aksi terosisme negara dari dua kubu yang saling berperang. Terobosan tersebut kita kenal dengan postmodernisme.

Kedatangan postmodernisme ini sebenarnya sudah meredam berbagai bentuk peperangan ideologi. Namun, aksi terosisme ternyata memiliki umur yang panjang,  tetap saja perbedaan ideologi dan pemikiran masih memicu timbunya konflik yang melibatkan banyak nyawa. Sering kita membaca berita dan menonton televisi bagaimana pemerintah mengecam aksi terorisme dan sebagainya. Hal ini kelihatannya bagus, namun tak terlihat bagaimana keseriusan pemerintah dalam penanganan aksi semacam itu. Terlihat perkataan mengecam hanya sebatas ‘cuci tangan’ dan melegakan pikiran masyarakat secara temporer.

Mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam penanganan kasus semacam ini seharusnya gencar di perbincangkan. Sebab keselamatan dan ketenteraman masyarakat harus terus terjamin. Tidak menutup kemungkinan hal semacam itu terjadi lagi di masa yang akan datang.

Kejadian pembantaian di Sulawesi Tengah semakin membuat saya mewanti-wanti betapa krisisnya Indonesia terhadap sikap toleransi. Terlebih tidak sampai sebulan lagi umat Kristiani akan merayakan Hari Natal. Di Indonesia selalu terjadi fenomena debat tahunan dalam menyambut hari besar itu.

Beragama dengan tenang haruslah menjadi hak setiap warga negara. Ketenangan dalam menyampaikan doa-doa harus didapatkan oleh setiap orang. Ketakukan dan kecemasan haruslah segera dihilangkan dengan mendapat perlindungan. Itulah yang kita harapkan agar segera terrealisasi di Indonesia. Berapapun yang menyangkal bahwa kekerasan yang terjadi di Sulawesi Tengah berkaitan dengan ideologi agama, tetap saja hal itu tidak akan ‘membunuh’ sang kebenaran.[]

Tags: esaiidealismepembantaianpemudaTan Malaka
ShareTweetSendShare
Previous Post

Berguru pada Sherlock Holmes

Next Post

Aliran Sungai Maya

M. Rizki Yusrial

M. Rizki Yusrial

Seorang mahasiswa filsafat asal Jambi yang ingin dibilang pintar lewat tulisan. Sebab selama sekolah hanya mendapat ranking 24. Ig: @mrizkiyusrial

Artikel Terkait

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 Agustus 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 Juli 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Kirsip

Kirsip

10 Maret 2021
Gambar Artikel Embun Asing Bagimu

Embun Asing Bagimu

15 November 2020
Akhirnya Aku Mati!

Akhirnya Aku Mati!

17 Juni 2021
Bangle

Bangle

24 Januari 2021
Tempat: Kenangan dan Seisinya

Tempat: Kenangan dan Seisinya

28 Januari 2021
Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

11 Juli 2025
Senja Carita

Senja Carita

24 April 2021
4 Suguhan Apik yang Ditawarkan Film “Don’t Look Up”

4 Suguhan Apik yang Ditawarkan Film “Don’t Look Up”

27 Maret 2022
Gambar Artikel Cerpen Kematian Seorang Penemu

Kematian Seorang Penemu

16 Januari 2021
Lapangan Tembak

Lapangan Tembak

10 Februari 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.