Arsitek Revolusi Islam, begitulah kata M. Dawam Rahardjo untuk Ali Syari’ati dalam tulisan kecilnya berjudul Ali Syari’ati: Mujahid Intelektual di buku Kritik Islam Atas Marxisme dan Sesat Pikir Barat Lainnya. Ali Syari’ati membangun gagasan melalui kenyataan sejarah dan sosial, merancangnya dengan sederhana dan tidak berlebihan memberi motif. Ia memperhatikan dengan jeli rumah seperti apa yang dibutuhkan umat Islam untuk menyambut perkembangan zaman. Kendati begitu, gagasan Ali Syari’ati bisa berguna bagi banyak kalangan, terbuka untuk pemeluk agama Islam atau bukan.
Riwayat Singkat
Ali Syari’ati lahir ke dunia pada tanggal 24 november 1933 di desa Mazinan timur laut Khurasan Iran. Nama aslinya Muhammad Ali Mazinani, anak sulung Taqi’ Syari’ati dan Zahrah. Sang ayah merupakan pendiri “Pusat Penyebaran Kebenaran-kebenaran Islam” di Masyad sekaligus seorang guru. Ia adalah guru pertama Ali Syari’ati. Teladan dan juga orang paling berpengaruh dalam pemahaman keislaman serta sepak terjang pergerakan Ali Syari’ati.
Minat Ali Syari’ati pada wacana keislaman sudah terlihat sejak kanak-kanak. Ali kecil lebih suka menyendiri ketimbang bermain, ia menghabiskan waktunya di rumah dengan membaca buku-buku milik ayahnya. Hingga berlanjut ke masa remaja, Ali Syari’ati begitu suka mempelajari filsafat dan mistisisme. Di sini ia tidak terjebak pada pertanyaan-pertanyaan teoritis filsafat yang berlebihan, atau paham mistisisme yang menutup diri pada dunia. Seolah-olah berkata, “apa gunanya berpengetahuan dan berspiritual bila tidak memberikan dampak pada kehidupan sekitar”.
Memasuki usia remaja, Ali Syari’ati mulai mengikuti begitu banyak kegiatan politik, keagamaan, dan juga sosial. Di tahun 1950-an Ali Syari’ati bergabung dalam organisasi Gerakan Sosialis Penyembah Tuhan dan Pusat Da’wah Islam yang didirikan Taqi’ Syari’ati, serta tergabung dalam gerakan kudeta yang melawan Rezim Syah Reza Pahlevi. Tahun selanjutnya, 1956 Ali mengawali kuliahnya di Fakultas Sastra Universitas Masyhad, sampai tiba di umur yang ke-20 ia mendirikan suatu kelompok politik bernama “Asosiasi Pelajar Islam Masyhad”. Dari kampus tersebut Ali mendapat kesempatan menimba ilmu pengetahuan Barat, tepatnya di Universitas Sorbonne, Prancis.
Setelah mempelajari banyak hal termasuk pada pemikir besar seperti Albert Camus, Jean-Paul sartre, dan Henri Bergson di negeri asing, Ali Syari’ati Kembali ke Iran pada tahun 1965. Ia kemudian menjadi pengajar di beberapa universitas dan lembaga pendidikan Islam. Di masa ini juga, ia tetap aktif memberikan perlawanan pada Rezim Syah Reza Pahlevi lewat Gerakan dan aktifitas politiknya. Hingga akhirnya ia diburu, kabur dari Iran, dan ditemukan tewas di Southampton, Inggris, 19 Juni 1977.
Gagasan
- Masyarakat Qabil dan Habil
Ali syari’ati mengambil salah satu peristiwa sejarah terkenal dalam agama samawi, Qabil dan Habil. Seorang laki-laki yang sampai hati membunuh saudaranya sendiri untuk hasrat pribadinya. Bagi Syari’ati peristiwa tersebut merupakan awal dari sejarah pembagian dua kelompok manusia. Qabil merupakan perwujudan orang-orang yang dibutakan hasrat pribadi, menginginkan manfaat untuk dirinya sendiri, cenderung menguasai orang lain. Sedangkan Habil mewakili kelompok yang selalu menjadi korban keserahakan kelompok Qabil, lebih mengutamakan keperluan bersama, namun cenderung diperalat dan dibuat tidak berdaya. Seperti Rezim Syah Reza Pahlevi dan para penduduk Iran dalam kasus Ali Syari’ati sendiri.
Ali Syari’ati mengatakan orang-orang seperti Qabil hanya sebagian kecil dari kita. Mereka adalah orang kaya, pintar, berkuasa yang terus mengikuti hasratnya tanpa cukup. Sebaliknya sebagian besar dari kita adalah orang-orang yang menjadi korban keserakahan mereka, kelompok Habil yang tidak lebih berkuasa, tidak lebih kaya, dan sangat berkemungkinan tidak lebih pintar namun lebih bisa merasa cukup. Pembagian dua kelompok ini pada akhirnya mengarah pada dua tipe manusia dalam struktur sosial, “si kaya” dan “si tidak kaya” kalau bukan “si miskin”. Menandakan dua perbedaan antara yang kuat dan lemah, penguasa dan yang tidak berkuasa–kalau bukan yang dikuasai.
- Pandangan Hidup Tauhid
Pandangan hidup tauhid adalah bagian terpenting dari gagasan Ali Syari’ati. Ia mempercayai bahwa tauhid bukan sekedar kepercayaan akan esanya Tuhan, melainkan kesatuan sekalian manusia, alam, serta penciptanya. Keyakinan bahwa keseluruhan alam ini mestinya berjalan dengan satu tujuan bersama untuk menggapai kebaikan. Tauhid ia anggap sebagai suatu mekanisme sosial yang saling menguatkan dan menyatukan, antara penguasa, pengusaha, kaum agamawan, intelektual, dan masyarakat pada umumnya—yang hari ini memiliki kelompok baru bernama selebgram, youtuber, tiktokers, dan lain sebagainya dalam dunia virtual.
Dengan begitu manusia memiliki alasan untuk menghentikan penyebaran virus berupa keserakahan, pertikaian, pengeksploitasian, dan segala macam bentuk kerugian lainnya—yang Ali Syari’ati golongkan sebagai bentuk kesyirikan. Ini adalah gagasan yang Syari’ati harap dapat memperbaiki kehidupan banyak orang. Pemicu lebih banyaknya kepedulian satu sama lain, pengembangan bersama, serta berkurangnya konflik.
Relevansinya Untuk kehidupan Modern Saat Ini
Qabil dan Habil seperti kata Ali Syari’ati terus ada di setiap zaman, lingkungan dan tempat manapun. Entah dalam bentuk yang sangat digdaya seperti pemangku pemerintahan, terjejaring di media sosial layaknya para influencer yang beragam bentuk, serta apapun sebutannya dalam kelompok-kelompok tertentu masyarakat. Bisa jadi para pembaca artikel ini, penulisnya sendiri, atau media tempat tulisan ini terbit. Kita semua bisa menjadi Qabil dan Habil di tempat dan waktunya masing-masing. Pengetahuan sederhana yang cukup jarang diperhatikan, merugikan dan dirugikan tanpa sadar.
Dari keadaan tersebut pandangan hidup tauhid Ali Syari’ati menjadi relevan. Seseorang perlu menyadari bahwa ia merupakan bagian dari kesatuan tatanan hidup. Bagian dari utuhnya relasi Tuhan, alam, dan manusia. Mempercayai Tuhan, sekaligus menjaga alam dan menjalin hubungan baik sesama manusia. Tidak merusak, merugikan, mengeksploitasi, sesama bagian kesatuan hidup. Beribadah dengan tulus dan berpengetahuan, tidak membuang sampah sembarangan, memberi pekerjaan dan bayaran yang layak, kolaborasi, berbagi satu sama lain adalah bagian dari pandangan hidup tauhid ini. Salah satu opsi berpikir dari kayanya gagasan manusia.
Sumber Bacaan:
Mikail, Kiki. Iran Di Tengah Hegemoni Barat : Studi Politik Luar Negeri Iran Pasca Revolusi 1979. Tamaddun : Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, Vol. 13, No. 2, 2013.
Nugroho, Anjar. Pengaruh Pemikiran Islam Revolusioner Ali Syari’ati Terhadap Revolusi Iran, Jurnal Studi Islam Profetika, Vol. 15, No. 2, Desember 2014.
Supriyadi, Eko. Sosialisme Islam : Pemikiran Ali Syariati, Rausyanfikr Institute : Yogyakarta, 2012.
Syari’ati, Ali. Paradigma Kaum Tertindas : Sebuah Kajian Sosiologi Islam, Jakarta : Al-Huda, 2001.
Tobroni, Faiq. Pemikiran Ali Syari’ati dalam Sosiologi : Dari Teologi Menuju Revolusi, Sosiologi Reflektif, Vol. 10, No. 1 Oktober 2015.