Kopi dan puisi ala-ala ditemani suasana senja bin gemilang berkas sinar cahaya kerap jadi caption romantisme pecinta. Halah-halah. Sebagai geng penyuka kopi go*day angkringan dan kopikap warung keluarga Madura depan asrama, kopi dan segala romantisme penyajian dengan gilingan masih asing di telinga pun di lidah hamba jelata ini. Hei, bukan gak pernah naik level ke tongkrongan kopi mevah (pakai v biar kek orang kaya), membandingkannya dengan kopi sachet aneka rasa jadi gerutu sepanjang masa. Oh macam-macam kopi mahal yang dirawat seperti anak sendiri, maafkan hamba membawamu dalam komparasi tak sebanding. Mau bagaimana lagi, lidah jelata gini ndak bisa pura-pura.
Tongkrongan atau angkringan ala mahasiswa yang merebak bak lumut di sekitar pancuran air em maksudnya sekitar kampus jadi pilihan favorit untuk kantong mahasiswa yang berpacu irit bin kebutuhan wifi kencang untuk download materi atau film, eh. Tapi sudah 6 tahun hamba kuliah, berliter-liter kopi sachet masuk ke lambung lucu ini. Anehnya, tetap saja sakit perut usia menegak segelas es kopi dan harus ke kamar mandi jadi rutinitas tak terpisahkan. Romantis n*asmu.
Dan ini berlangsung tiap hari, atau tiap kopi jadi teman untuk dipesan selain nutrisar* jeruk mandarin atau es teh dengan gula masih merumpi manja di bagian bawah gelas. Itu baru soal kopi sachet yang bikin perut melilit. Belum lagi akibat kopi sachet yang sukses bikin malamku diisi dengan glebak glebuk tak ngantuk. Yah, mending aja kopi hitam pekat, pahit, sepahit masa depanmu mblo, yang bikin gelisah tak ngantuk. Lah ini, kopi sachet, bahkan tak jarang kopi gelas seharga seribu perak sukses bikin hamba tidak tidur. Apakah ada yang salah sama mataku yang musuh amat sama kopi sachet, atau salah kopinya yang musuh amat sama mataku. Eh sama aja!
Jadi romantis karena kopi sachet bukannya menyeret kita jadi mengenang mantan di tengah malam, atau soal ungkapan cinta basa basi miliknya yang bukan untukmu mblo. Ini malah jadi keinget hal-hal seram yang bentuknya gimana dibalik pintu kamar mandi remang-remang asrama. Berabe kan?
Belum lagi soal puisi-puisi angkringan yang muncul di caption-caption di jam 9 malam. Lah, jam 9 itu waktu angkringan lagi rame-ramenya mbak-mbak merumpi beramai di ujung sana atau mas-mas rokokan sambil pegang asbak dan kopi hitam diseruput perlahan yang tak kalah ributnya. Belum kalau mas pemilik lagi keranjingan dangdut koplo terbaru. Ambyar sudah, gimana mau romantis ala-ala. Kita sibuk joget akhirnya. Jadi dari mana, puisi romantis itu datang? Ya mboh. Luar biasa sekali kemampuan mengenangnya di tengah hiruk pikuk suara bersahutan tak karuan.
Jadi ngene mbak. Lek jam 9 malam si em mas ngirim puisi atau upload poto puisi-puisi romantis terus kamu kok merasa. Ojo geer mbak. Tulisan sedihnya gak sama dengan kenyataan dia ketawa ketiwi di tongkrongan sambil sibuk cerita asik mana rokok 20 rebu atau rokok 31 ribu.