Siapa di sini yang suka berpikir negatif (negative thinking) ? Lalu siapa saja yang sering mendengar nasihat bahwa kita harus selalu berpikiran positif (positive thinking)?
Berpikir positif menjadi sebuah ‘dogma’ yang cukup terkenal ketika kita sedang gendu-gendu rasa alias curhat. Sewaktu mencurahkan segala hal yang kita rasakan kepada teman, sering kali akan muncul ucapan, “positive thinking aja, mungkin ada hikmah di baliknya”.
Di saat sedang mengeluh, hampir selalu ada suara ‘keparat’ yang mendesis: “positive thinking”. Saat itu, contohnya, pernah teman saya lagi nesu-nesu karena chat dari cowoknya yang nggak dibalas-balas padahal di Whatsapp-nya sudah jelas terpampang tulisan “online”. Dan teman saya sedang misuh-misuh kala itu. Sementara teman saya yang lain seperti radio rusak berbunyi, “Udah, positive thinking aja, mungkin dianya lagi sibuk jadi nggak balas chat kamu”.
Hal itu tidak terjadi satu kali, tapi berulang kali. Sehingga hal ini membuat saya berpikir, sebenarnya apa salahnya berpikir negatif? Bagi saya, berpikir negatif menandakan manusia tersebut memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Dengan begitu, ia akan bersiap dengan segala risiko terburuk sembari menyiapkan mental, solusi atau hal lainnya untuk menghadapi urusan tersebut. Ringkasnya, ia akan menjadi lebih waspada.
Terkadang kita juga lupa, ada beberapa orang dengan karakter dasar overthinking alias “apa-apa dipikirin”. Maka, mengubah negative thinking menjadi positive thinking tidak semudah itu, Fergusso. Tidak semudah menggali ‘harta karun’ di hidungmu.
Lagipula, kalau kita hanya berpikir positif, tentu yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal baik yang akan terjadi. Dan kita tidak mempersiapkan apapun. Karena dengan berpikir positif, kita diajak secara tanpa sadar untuk bersikap seolah-olah segala sesuatu sudah baik-baik saja. Merasa seakan telah berhasil mencapai nyaris segala hal. Padahal aslinya belum.
Kita menjadi sembrono. Apalagi hal ini seperti bentuk penipuan pada alam pikiran kita. Diajak seolah-olah kita sudah berhasil mewujudkan apa yang diinginkan, padahal hal itu belum benar-benar terjadi, bukan?
Selanjutnya, apa yang sebaiknya kita lakukan? Yaps, benar. Menggabungkan antara positive thinking dan negative thinking, itulah tepatnya. Jadi, kita memikirkan hal yang diharapkan terjadi, sambil memikirkan hambatan-hambatan yang juga akan mungkin terjadi.
Dengan begitu, kita akan menuai hasil yang lebih baik. Tapi, kalau kalian masih belum percaya perlunya negative thinking, maka terpaksa saya cantumkan alasan-alasannya:
- Pikiran negatif bisa membuat kita lebih waspada.
Dengan catatan, kamu berpikir negatif dalam batas yang wajar dan tidak berlebihan. Jangan sampai tiap detik kalian isinya negative thinking terus ya….
Dari sikap waspada ini akan membuat kita terlindungi dari hal buruk yang kita pikirkan. Sikap waspada ini juga membawa kita menjadi lebih matang dalam menyiapkan suatu rencana—dan akan mendapatkan peluang hasil yang maksimal.
Misalnya seperti ini, suatu hari ada seorang anak laki-laki—sebut saja Wakijo—ia sedang dimabuk asmara. Wakijo jatuh hati pada perempuan kembang desanya bernama Sutiyem. Wakijo berniat untuk memberikan surprise di hari ulang tahun Sutiyem.
Wakijo menyiapkan segala hal untuk acara perayaan ulang tahun Sutiyem, mulai dari tempat, perlengkapan, dll. Rencana Wakijo menyiapkan acara outdoor. Namun ia khawatir karena sekarang sedang marak-maraknya virus korona, jangan-jangan nanti Sutiyem gak mau diajak ke luar. Atau Sutiyem mungkin mau diajak keluar, eh, tapi setelah acara tersebut, malah banyak yang terpapar virus korona. Kan gak lucu…
Dari kekhawatiran tersebut, maka Wakijo menyusun kembali rencana yaitu dengan mengadakannya secara indoor alias di rumah saja, supaya lebih aman.
- Salah satu strategi memotivasi diri.
Percaya atau tidak, berpikir negative merupakan salah satu strategi memotivasi diri sendiri. Motivasi untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik. Kamu cukup memikirkan hal apa yang menjadi kekurangan dari dirimu, dengan begitu kamu akan termotivasi agar terus memperbaiki diri supaya menjadi yang terbaik.
Misalnya kamu berpikir bahwa selama ini kamu masih kurang rajin, atau kamu masih egois, dan lainnya. Nah, dari pikiran negatif itu lahirlah motivasi untuk membalas berbagai hal negatif yang kamu pikirkan. Dalam hal ini, kita harus pandai sampai mana batasan kita untuk sesekali berpikiran negatif. Jangan sampai berlarut-larut kayak dia yang susah move on. Eh-
- Lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Contoh nih, kamu lagi kuliah terus pengen magang kerja juga. Tentunya kamu bakal mikir dong, “Duh, tapi kalau nanti nilai aku jeblog gara-gara gak konsen kuliah gimana yah? Tapi kalau aku gak magang kerja nanti gak ada pengalaman.” Nah, dengan adanya pikiran-pikiran negatif itu, akan membuat kita mencari solusi yang terbaik untuk mencegah hal-hal buruk yang akan mungkin terjadi.
- Kuat mental alias siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Seperti, kamu yang niat mau nembak terus takut ditolak, yang aslinya kamu dari awal udah mikir, “Keknya aku bakal ditolak deh, aku ngerasa gak pantes, dia yang terlalu WAH untuk aku yang HAH.”
Kalau dari awal kamu udah mikir begitu, tentunya gak bakal sakit banget dong kalau bener-bener ditolak. Ehehe. Walaupun kita semua tahu setiap orang pasti mengharapkan hal terbaik dalam hidupnya. Hanya saja, sayangnya apa yang kita inginkan terkadang terjadi di luar ekspektasi atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai rencana padahal sudah disusun sedemikian rapi, tapi kenyataannya kendala selalu datang silih berganti.
Argh, sudahlah. Intinya berpikir negatif itu memang perlu, Cuk. Setidaknya bisa digunakan sebagai bentuk antisipasi sebelum bertindak. Kamu akan kuat mental saat hal yang tidak diinginkan benar-benar terjadi dan tidak akan panik karena kamu sudah menyiapkan solusi untuk mengatasinya.
Pikiran negatif dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mendapatkan kebaikan ketika kita mampu mengendalikan dan memanfaatkannya. Sekian, semoga bermanfaat dan jangan lupa untuk menghujat tulisan saya—huhu.[]