slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Kawi Matin di Negeri Anjing : Kawi Matin dan Fragmen Kemiskinan
Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sunday, 1 June, 2025
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Resensi

Kawi Matin dan Fragmen Kemiskinan

Muharsyam Dwi Anantama by Muharsyam Dwi Anantama
21 January 2021
in Resensi
0
Gambar Artikel Kawi Matin di Negeri Anjing dan Fragmen Kemiskinan

Sumber Gambar: google.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Telah menjadi rahasia umum bahwa kemiskinan terus bergelayut pada sebagian besar masyarakat Indonesia.  Mulai dari Sabang hingga Merauke, kemiskinan menjadi semacam noda pada kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah sosial yang tak kunjung menemui titik temu. Berbagai diskursus yang membahas kemiskinan beserta pemecahannya, hanya berakhir hampa. Padahal, kemiskinan adalah persoalan yang menuntut penyelesaian dengan segera. Pasalnya, kemiskinan menjadi sumbu utama yang memantik patologi sosial yang variatif.

Kemiskinan adalah gejala sosial yang lahir dan berkembang di sekitar kita. Perihal kemiskinan, dapat diterka kehadirannya di dalam karya sastra. Salah satu karya sastra yang kental akan aroma dan nuansa kemiskinan adalah novel Kawi Matin di Negeri Anjing (Basabasi, 2020) karya Arafat Nur. Sebagai pengarang, Arafat Nur cukup sering memasukkan gejala-gejala sosial dalam karyanya, termasuk perihal kemiskinan. Begitu pula yang Arafat Nur lakukan dalam novel Kawi Matin di Negeri Anjing.

Novel ini bertema besar kemiskinan. Dalam novel ini kemiskinan direpresentasikan pengarang melalui beberapa tokoh-tokohnya seperti Kawi Matin, Rahman, Saudah, dan Kadir Muktadar. Mereka adalah keluarga yang hidup dalam balutan kemelaratan hidup. Selain itu, pengarang juga menghadirkan karakter yang merupakan anomali dari keluarga Kawi Matin. Sosok tersebut adalah Darwis. Berasal dari keluarga yang secara ekonomi mapan, Darwis mengolok-olok kecacatan dan kemiskinan Kawi Matin melalui tindakan tidak terpuji kepada Kawi Matin.

Dalam novel ini, alur yang digunakan oleh pengarang adalah alur maju. Waktu dalam kisahan novel terbentang dari tahun 1983 hingga 2004. Selama kurun waktu tersebut, Arafat Nur berkisah tentang Perang Aceh dan permasalahan sosial yang terjadi sesudahnya. Keluarga Kawi Matin menjadi fokus cerita, dengan kemiskinan yang diderita sebelum perang maupun setelah perang reda. Perang Aceh yang dikisahkan dalam novel itu tidak berarti banyak terhadap keadaan ekonomi keluarga Kawi Matin. Dua tempat menjadi sentral kisahan dari novel ini, yakni Kampung Kareung dan Kota Lamholk.

 

Potret Kemiskinan

Tokoh dalam sebuah karya sastra adalah salah satu anasir penting. Melalui mereka, pengarang menghidupkan cerita dan menyisipkan makna. Bisa dikatakan, penokohan adalah corong bagi pengarang untuk menyampaikan pesan kepada pembaca. Melalui perantara itu, Arafat Nur menghadirkan bagaimana kemiskinan memeluk hidup seseorang. Gambaran rasa kere dalam novel Kawi Matin di Negeri Anjing karya Arafat Nur antara lain tampak pada kutipan berikut.

“Sebagaimana rumah kayu tua beratap rumbia yang menyuruk sunyi di kelindapan rimbun pepohonan kelapa dan pinang, begitu pula terperosoknya nasib malang penghuni rumah itu. Rumah mereka agak terpisah dari rumah lain, terletak di seberang sungai….” (Nur, 2020: 3-4).

Gambaran kemiskinan nampak pada bagaimana keadaan hunian keluarga mereka. Tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana, jauh dari jangkauan tetangga. Rumah itu hanya bertembok kayu dan beratapkan rumbia, tidak mengenal batu, bata, semen, dan genteng. Di Indonesia, indikator kemiskinan salah satunya dapat ditengok dari keadaan tempat tinggal. Orang dengan keadaan ekonomi baik cenderung memiliki hunian yang layak, bahkan mewah. Sedangkan, mereka yang secara ekonomi lemah, biasanya memiliki hunian yang buruk bahkan tidak layak.

Indikator lain yang mencerminkan kemiskinan adalah profesi atau pekerjaan. Seseorang yang memiliki pekerjaan baik akan dibarengi dengan keadaan ekonomi yang baik sehingga terhindar dari kemiskinan. Begitu pula sebaliknya. Orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap akan selalu berada pada jurang kemelaratan. Demikian pula yang terdapat dalam novel Kawi Matin di Negeri Anjing karya Arafat Nur. Kawi Matin dan keluarganya tidak memiliki pekerjaan tetap yang bisa memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

Rahman, ayah Kawi Matin, menggantungkan hidupnya pada kedermawanan alam. Ia memiliki  sepetak kebun yang ditanami kelapa dan pinang. Di sela-sela merawat kebun dalam ketidakpastian penghasilan, Rahman menanam padi di sawah. Namun, sayangnya sawah itu bukan milik sendiri, tapi hasil menyewa. Di Indonesia, petani yang demikian disebut “petani gurem”. Nasib baik tidak pernah berpihak pada mereka. Begitu pula yang terjadi pada Rahman. Dua pekerjaan itu sangat tidak mampu menopang kebutuhan hidup sehari-hari.

Selain hunian dan profesi, prediktor lain yang menggambarkan kemiskinan adalah makanan atau konsumsi. Daya konsumsi orang-orang yang berkecukupan tentu berbeda dengan orang-orang yang berada di lembah kemiskinan. Kecukupan gizi sangat sulit didapatkan oleh Kawi Matin dan keluarga. Saudah, ibu Kawi Matin, hanya membeli beberapa bahan makanan yang sangat jauh dari kata bergizi. Bahkan tak jarang, keluarga tersebut hanya mengkonsumsi pisang, sukun, dan ubi yang dimasak seadanya, tanpa adanya lauk-pauk sebagai pelengkap.

Sandang atau pakaian bisa menjadi penanda gambaran kemiskinan seseorang. Orang yang berpakaian lusuh, kumal, dan tidak layak tentu berbeda tingkat ekonominya dengan orang yang berpakaian baik, bersih, dan mewah. Pakaian sebagai penanda tingkat ekonomi nampak pada novel Kawi Matin di Negeri Anjing karya Arafat Nur. Pengarang menggambarkan tokoh-tokohnya berpakaian tidak layak sebagai akibat dari tingkat ekonomi mereka yang sulit. Kawi Matin terlihat dekil dan kumuh serta tidak menggunakan alas kaki. Keadaan Kawi Matin yang selalu mengenakan busana kurang baik terkadang membuat beberapa temannya merasa malu.

“Begitu melihat Kawi, wajah mereka tampak masam. Terkesan mereka malu mengakui Kawi—yang melangkah terpincang-pincang tanpa alas kaki dan pakaian kumal—sebagai teman. Dengan canggung dan perasaan tak enak, Bidin mengajaknya berbaur. Kawi asing dengan suasana kedai kopi yang penuh sesak orang-orang kota berpakaian rapi, sebagaimana pakaian teman-teman perjuangannya dulu yang sekarang hampir tidak dia kenali lagi.” (Nur, 2020: 137).

Kutipan di atas mendeskripsikan ekspresi kawan-kawan Kawi Matin ketika bertemu dengannya. Mereka tampak tidak senang dengan kedatangan Kawi Matin yang berbusana tidak layak. Kawi Matin menggunakan pakaian kumal serta tidak beralas kaki. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kawan-kawannya. Kawan-kawan Kawi Matin yang saat ini sudah kaya menggunakan pakaian yang rapi serta bersih. Hal itu menunjukkan adanya perbedaan cara berpakaian antara orang dengan ekonomi baik dan orang dengan ekonomi yang buruk.

Begitulah, Arafat Nur menggambarkan kemiskinan dalam Kawi Matin di Negeri Anjing dengan cukup detail. Pengarang mengejawantahkan kemiskinan seolah sebagai bel pengingat bahwa hal seperti itu masih jamak di tengah hidup kita.[]

 

Data Buku

Judul               : Kawi Matin di Negeri Anjing
Penulis             : Arafat Nur
Tahun terbit     : Maret, 2020
Penerbit           : Basabasi
Halaman          : viii+172
ISBN               : 978-623-7290-68-1

Tags: arafat nurbukuKawi Matin dan Fragmen Kemiskinankemiskinanresensi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Gurun Pasir di Indonesia: Pesona Gumuk Pasir Oetune

Next Post

Menghindari Kata Sibuk

Muharsyam Dwi Anantama

Muharsyam Dwi Anantama

Mahasiswa Magister PBI UNS Surakarta yang juga pembaca buku. Belajar sastra di Komunitas Penyair Institute (KPI) Purwokerto. Karyanya berupa esai, puisi, dan cerpen telah terbit di berbagai media massa.

Artikel Terkait

Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
Resensi

Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan

26 April 2025

 “Manungsa kuwi gampang lali, Le. Mula kowe kudu sregep nyatheti. Nyatheti opo wae kanggo pangeling-eling. Mbesuk yen simbah lan ibumu...

Novel “Heaven”: Perundungan dan Pergulatan Hidup Penyintas
Resensi

Novel “Heaven”: Perundungan dan Pergulatan Hidup Penyintas

28 March 2024

Deretan kasus perundungan akhir-akhir ini terus bermunculan. Belum lama ini ramai tajuk berita seputar kasus perundungan di Binus School Serpong,...

Dari Rongsokan ke Cambridge dan Harvard
Resensi

Dari Rongsokan ke Cambridge dan Harvard

4 September 2022

Judulnya Educated. Buku memoar yang mengantongi lika-liku kehidupan sebuah keluarga ‘penjaga’ lembah indah, Buck’s Peak, Idaho Amerika Serikat. Tara Westover...

Menyoal Tirani: Pelajaran Penting Demokrasi Abad Ini
Resensi

Menyoal Tirani: Pelajaran Penting Demokrasi Abad Ini

9 August 2022

Pada abad ke-21 ini, kita menghadapi pelbagai persoalan demokrasi di Indonesia—merujuk kepada kebebasan berpendapat dan pemenuhan hak-hak masyarakat—menjadi indikator penting...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

18 February 2021
M. Kasim: Pembuka Jalan Cerpen Indonesia

M. Kasim: Pembuka Jalan Cerpen Indonesia

25 February 2021
Pengakuan

Pengakuan

11 March 2022
Kisah Penjual Jamu dan Hukum yang Aneh

Kisah Penjual Jamu dan Hukum yang Aneh

29 May 2021
Gambar Artikel Seringai Pedih yang Ia Tulis

Seringai Pedih yang Ia Tulis

28 December 2020
Gambar Artikel Sali dan Suli.

Sali dan Suli

6 November 2020
Beruntung Kita Selalu Bisa Melihat Sisi Baik dari Setiap Bencana

Beruntung Kita Selalu Bisa Melihat Sisi Baik dari Setiap Bencana

2 July 2021
Cerpenis Itu Bernama Raa

Cerpenis Itu Bernama Raa

15 September 2021
Gambar Artikel Puisi Aku Telah Bermimpi

Aku (Telah) Bermimpi

26 January 2021
Gambar Artikel Aku dan Yogyakarta: Orang Kalah Berjubah Istimewa

Aku dan Yogyakarta: Orang Kalah yang Berjubah Istimewa

11 November 2020

Ikuti Kami di Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
  • Puasa Puisi: Perayaan Sastra Lintas Bahasa
  • Aku Merangkum Desember

Kategori

  • Event (10)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (8)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (206)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (136)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In