Setelah meninggalnya Nabi saw., Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidun dan diikuti oleh beberapa dinasti selanjutnya mulai dari Umawiyyah, Abbasiyah, sampai Utsmaniyyah. Pada era beberapa dinasti tersebut Islam mengalami perkembangan yang sangat masif baik dari segi tersebarnya ajaran Islam, kekuasaan, hingga ilmu pengetahuan.
Islam sangat diberkati dengan para cendekiawan yang sangat berjasa dalam memperkaya khazanah keilmuan. Di beberapa catatan, dikatakan bahwa puncak peradaban pengetahuan Islam adalah pada era dinasti Abbasiyah. Namun bukan berarti setelah itu khazanah Islam semakin meredup. Terdapat sejumlah cendekiawan yang lahir di era Utsmaniyyah yang juga ikut serta memperkaya khazanah Islam. Salah satunya bernama Thazkubro Zadah, seorang sejarawan muslim yang hidup di masa kepemimpinan Sultan Sulaiman al-Qanuni.
Profil Thasykubro Zadah
Ia mempunyai nama lengkap Ahmad bin Musthafa bin Khalil, namun lebih dikenal dengan nama Thasykubro Zadah. Ia lahir di kota Bursa pada tanggal 2 Desember 1494 M (901 H). Menginjak usia remaja, ia berangkat ke kota Ankara untuk belajar dan menghafal Alquran. Bersamaan pada waktu itu, ayahnya memberinya laqab ‘Ishamuddin dan kunyah Abu al-Khair.
Thasykubro mempunyai seorang kakak bernama Nizhamuddin Abu Sa’id Muhammad bin Musthafa bin Khalil. Sejak kecil, ia dan kakaknya dididik oleh ayahnya secara intens terutama dalam ilmu pengetahuan. Ia menghabiskan masa kecilnya untuk belajar ilmu kaidah bahasa Arab kepada ayahnya sendiri, sampai di saat ayahnya bertugas di kota Kostantin (Istanbul), ia dititipkan kepada al-‘Alim Ala’uddin al-Yatim. Di tangan gurunya tersebut, Thasykubro mulai mengkhatamkan sekaligus menghafalkan banyak kitab mukhtashar nahwu dan sharf.
Pendidikannya dilanjutkan kembali di kota Bursa, Madrasah Maulana Khasr, di bawah bimbingan pamannya yang bernama Qawamuddin Qasim. Thasykubro bersama kakaknya melanjutkan belajar nahwu dan sharf kepada pamannya tersebut sampai hafal nazham alfiyyah ibnu malik dengan sempurna. Tidak lama kemudian, kakaknya menderita penyakit hingga meninggal dunia di usia yang masih muda. Sebelum meninggal, kakaknya memberi wasiat kepada Thasykubro agar lebih giat dalam belajar. Thasykubro kemudian belajar ilmu kalam, ilmu manthiq, dan ‘ulum al-qur’an tetap kepada pamannya tersebut.
Ketika ayahnya selesai bertugas di kota Kostantin kemudian pulang ke Bursa, Thasykubro melanjutkan belajarnya kepada ayahnya dan mengkhatamkan kitab-kitab fikih, adab al-bahts, dan akidah. Thasykubro juga menimba ilmu dari beberapa gurunya di antaranya; Muhyiddin al-Fanari, Muhyiddin Muhammad al-Qujwi, Badruddin Mahmud bin Qadhi Zad al-Rumi, Muhammad al-Tunisi. Dari beberapa gurunya tersebut, Thasykubro belajar mulai dari ilmu fikih, ilmu hadis, tafsir Alquran, ilmu jadal, ilmu balagah, tarikh, fara’idl dan beberapa cabang ilmu lainnya. Sanad keilmuan Thasykubro sambung kepada Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Sa’duddin al-Tuftazani.
Setelah cukup banyak menimba ilmu, Thasykubro ditugaskan menjadi seorang guru di Kostantin pada tahun 1526 M kemudian mengajar di kota Dimotika pada tahun 1536 M. Ia juga pernah menjadi hakim di kota Bursa. Thasykubro memiliki beberapa santri yang kemudian namanya terkenal antara lain; Ahmad bin Abdullah al-Rumi, Ahmad bin Abi al-Su’ud, Muhammad bin Muhammad al-Dimasyqi, Ahmad bin Sairak al-Husaini, Abdullah Ghazali Zadah, Muhammad bin Ahmad Thasykubro, dll.
Thasykubro meninggal pada tahun 968 H, atau bertepatan dengan 16 April 1561 M.
Karya-Karya Thasykubro
Thasykubro merupakan akademisi muslim yang sangat produktif. Selain belajar dan mengajar, ia juga menulis banyak karya. Salah satu karya monumentalnya berjudul Maudlu’at al-Ulum, buku ini merupakan ensiklopedia Islam yang berisikan biografi dari 522 cendekiawan muslim era dinasti Usmani. Ensiklopedia tersebut kemudian diterjemahkan ke bahasa turki dan diberi judul al-syaqaiq al-nu’maniyyah. Selain ensiklopedia, beberapa tulisan Thasykubro yang lain sebagaimana berikut:
- Miftah al-Sa’adah wa Mishbah al-Sayyadah
- Nawadir al-Akhbar fi Manaqib al-Akhyar
- Al-Syifa la Dawa’ al-Waba’
- Al-Risalah al-Jami’ah li Washf ‘Ulum al-Nafi’ah
- Risalah al-Adab fi ‘Ilm Adab al-Bahts al-Munazharah
- Risalah al-Qadla’ wa al-Qadar
Dan lain-lain, ada juga karya Thasykubro yang berbentuk nazham.
______________________________________
Sumber:
Thasykubro Zadah, al-Syaqaiq al-Nu’maniyyah, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Araby
Ali bin Bali, al-Aqd al-Manzhum fi Dzikr Afadlil al-Rum, Boulaq: Mathba’ah al-Amiriyyah
Al-Hasan bin Muhammad al-Burini, Tarajim al-A’yun, Damaskus: al-Majma’ al-‘Ilm al-‘Araby