slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Maradona di Luar Lapangan Hijau - Obituari untuk El Diego - Metafor.id
Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sunday, 1 June, 2025
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Inspiratif Sosok

El Diego di Luar Lapangan Hijau

Obituari untuk Diego Maradona

Faishal Ahmad by Faishal Ahmad
30 November 2020
in Sosok
0
Gambar Artikel El Diego di Luar Lapangan Hijau

Sumber Gambar: https://www.behance.net/gallery/108593537/Maradona

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Kepergian legenda sepak bola — Maradona — membawa kita melihat sepak bola di luar lapangan hijau. Ketika sepak bola bukan lagi tentang gocekannya Neymar, false nine-nya Fergie atau gegenpressing-nya Klopp dan lain-lain. Melainkan, ketika sepak bola lamat-lamat menyusup ke dalam dimensi kehidupan kita, menjadi bagian dari modus eksistensi kita di dunia. Mungkin terdengar berlebihan, khususnya bagi orang-orang yang melihat sepak bola dari apa yang terpampang di papan skor.

Para penonton papan skor itu tak akan mengulik bagaimana proses skor itu terjadi. Sebab yang mereka lihat hanyalah hasil, bukan permainan. Kala Argentina memenangi laga kontra Inggris dengan skor 2-1 di Piala Dunia Meksiko 1986 misalnya, oleh mereka tak akan dilihat sebagai perang taktik. Di sisi lain, bagi sebagian kita yang melihat sepak bola hanya sebagai permainan di atas lapangan hijau, akan melihat laga itu sebagai panggung Maradona dan reriuhan suporter Argentina–ketika timnas kebanggaannya merobek harapan Inggris dan para holigannya.

Tetapi bagi Maradona, dan sebagian kita yang lain, yang menyadari bahwa sepak bola bukan cuma soal skor dan euforia kemenangan, melihat ada yang lebih berarti dari sekedar itu semua. Dalam autobiografinya, Maradona menyimpulkan apa makna kemenangan Argentina lawan Inggris kala itu–yang terjadi 4 tahun berselang setelah perang antara Inggris dan Argentina di Malvina–“kemenangan kala itu terasa bagai mengganyang sebuah negara, bukan sekadar timnas sepakbola belaka.” Tulisnya, seraya menyadari bahwa sepak bola tak bisa menolong orang-orang yang dihabisi oleh Inggris di perang Malvina saat itu.

Dengan segera kalimat Maradona itu menyadarkan kita bahwa sepak bola ternyata bersinggungan dengan semangat nasionalisme. Meski nasionalisme di sini bukan dalam pengertian cinta tanah air, lebih-lebih nasionalisme yang terjebak dalam jargon fasisme seperti “NKRI harga mati”. Di sini, nasionalisme cenderung bermakna sebagai “kesadaran berbangsa”, yaitu sebuah keprihatinan atas bangsanya, sesamanya, yang diperlakukan oleh tentara Inggris tak ubahnya seperti “membantai burung emprit”–untuk meminjam kiasan Maradona.

Pendek kata, kita melihat sepak bola yang diekspresikan Maradona sebagai sesuatu yang lain. Sesuatu yang menghubungkan kita pada hal-hal yang tak punya kaitan langsung dengan sepak bola itu sendiri. Maradona di Piala Dunia mengajarkan kita tentang martabat sebuah bangsa. Berkat penampilan apik Maradona di Piala Dunia 1986, saya perlu mengutip kalimat presiden Argentina, Alberto Fernández, “Argentina menjadi negara yang amat penting di dunia”.

Ketika ia datang ke Naples dan membawa Napoli menjadi Juara Serie A misalnya, ia dianggap sebagai juru selamat. Tak mengherankan mengapa di kota itu ia diperlakukan layaknya seorang santo. Kepadanya orang-orang menaruh harap. Di sini kita melihat sosok mesiah dalam rupa pesepak-bola, meski bukan penganjur ajaran-ajaran Tuhan. Tetapi tampak betapa sepak bola melibatkan kepercayaan dan harapan. Bersamaan dengan itu, sepak bola mulai mendefinisikan kesetiaan atau, dalam gestur yang agak posesif, fanatisme.

Maradona adalah sepak bola itu sendiri yang menjelma ke berbagai rupa. Tetapi kita sering menyederhanakan sosoknya sebagai “si tangan tuhan”, pahlawan Argentina di Piala Dunia, dan berbagai identitas yang mengalamatkan namanya sebagai pesepak-bola di atas lapangan hijau.

Kita sering melewatkan identitas-identitas Maradona yang lain di luar lapangan hijau–yang tersebar ke beragam rupa identitas. Selain sebagai santo, ia bahkan juga seorang pengagum Che Guevara, yang artinya seorang kiri. Meskipun demikian, dalam rupa-rupa identitas itu, ia tetap hadir lewat sepak bola.

Kini, “si tangan tuhan” telah direngkuh oleh Tangan Tuhan. Para penggemarnya berkumpul di Naples dan berseru bahwa kepergiannya adalah juga kematian bagi sepak bola. Para penggemar beratnya tak akan sanggup membendung air mata. Berbagai ungkapan selamat jalan juga membanjiri timeline kita di media sosial.

Membaca semua ungkapan itu seolah bagai memungut kepingan-kepingan kesedihan dari kepergiannya. Seorang presenter TV berita C5N di Argentina mengatakan dengan intonasi kalimat yang melankolis tentang kepergiannya: “separuh masa kecilku juga ikut pergi”.

Tak sulit meraba denyut kehilangan bagi mereka yang lahir dari generasi 70-an di masa ketika Maradona memenuhi masa kecil mereka. Tetapi selama sepak bola masih ada, Maradona ada di sekitar kita. Agaknya Messi cukup mengurangi kesedihan kita dalam hal ini, “dia pergi meninggalkan kita tapi tak sungguh-sungguh pergi, karena Diego abadi”.[]

Tags: ArgentinaDiego Maradonainspiratiflegendasepak bolasosoktangan tuhan
ShareTweetSendShare
Previous Post

Aku dan Impian Terbesarku: Pengalaman Tinggal di Jerman

Next Post

Semayam Kerapuhan Moral

Faishal Ahmad

Faishal Ahmad

Fans Manchester United dan pembaca filsafat yang kurang tekun.

Artikel Terkait

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial
Sosok

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial

30 November 2022

Anthony Giddens adalah mantan Direktur London School of Economics (LSE) yang tercatat sebagai salah satu sosiolog penting dunia menjelang akhir...

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam
Sosok

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

10 March 2022

Setelah meninggalnya Nabi saw., Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidun dan diikuti oleh beberapa dinasti selanjutnya mulai dari Umawiyyah, Abbasiyah, sampai...

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia
Sosok

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 February 2022

Arsitek Revolusi Islam, begitulah kata M. Dawam Rahardjo untuk Ali Syari’ati dalam tulisan kecilnya berjudul Ali Syari’ati: Mujahid Intelektual di...

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani
Sosok

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

31 January 2022

Modernisme Barat adalah masa yang sangat berbeda bagi masyarakat Islam, setelah pada masa sebelumnya selalu ada keterkaitan yang masih bisa...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Gambar Artikel Tut Wuri Golek Rai

Tut Wuri Golek Rai

25 November 2020
Sebungkus Sunyi

Sebungkus Sunyi

20 November 2021
Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah di Indonesia: Refleksi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah di Indonesia: Refleksi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

11 February 2021
Kalaulah Sebab Langit Tergelar Kembali

Kalaulah Sebab Langit Tergelar Kembali

16 April 2021
When The Weather is Fine dan Puisi Kesakitan

When The Weather is Fine dan Puisi Kesakitan

12 November 2021
Gambar Artikel Cerpen Kematian Seorang Penemu

Kematian Seorang Penemu

16 January 2021
Tamu

Tamu

10 July 2022
Mengapa Perlu Membaca Sastra?

Mengapa Perlu Membaca Sastra?

23 September 2022
Gambar Artikel Puisi Solilukoi Seorang Koruptor

Solilokui Seorang Koruptor

31 January 2021
Gambar Artikel Ekspresi Seni, Ilustrasi dan Alih Wahana Karya

Ekspresi Seni, Ilustrasi dan Alih Wahana Karya

26 November 2020

Ikuti Kami di Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
  • Puasa Puisi: Perayaan Sastra Lintas Bahasa
  • Aku Merangkum Desember

Kategori

  • Event (10)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (8)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (206)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (136)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In