Berkerut kening saya ketika membuka aplikasi Twitter akhir-akhir ini. Beranda saya dipenuhi dengan sumpah serapah yang digaungkan oleh beberapa orang. Hal ini bukan tanpa sebab. Kata-kata mutiara yang berbentuk kritikan itu merupakan luapan ekspresi kekecewaan orang-orang terhadap kegagalan pemerintah yang dianggap meremehkan, krisis komunikasi dan inkompenten dalam menangani pandemi covid.
Bertambah panjang durasi kerutan di kening saya ketika membaca tweet dari Muhidin M Dahlan. Seorang penulis kelas kakap yang saya kenal lewat bukunya “Tuhan Izinkan aku Menjadi Pelacur”. Beliau menjelaskan tentang serangkaian demonstrasi yang pernah terjadi pada masa wabah.
Dikatakannya bahwa gelombang pertama aksi penyuaraan pendapat itu terjadi pada tahun 1910-1913 pada masa wabah Pes, kemudian terjadi lagi ketika dunia dilanda Flu Spanyol tahun 1918- 1921 dan yang terakhir kita saksikan sendiri pada Oktober 2020 lalu. Saya sendiri tak tahu pasti apa maksud beliau menuliskan itu di kondisi sekarang. Namun saya berani mengartikan bahwa beliau tidak mempermasalahkan jika demonstrasi terjadi lagi pada saat ini.
Sebelumnya kritikan keras sudah disampaikan oleh BEM Universitas Indonesia yang menggambarkan sosok Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia dengan julukan the king of lip service. Langkah ini juga diikuti oleh BEM dari universitas lain dengan kritikan yang makin menggoda. Sehingga menimbulkan polemik dan diskursus yang tak kalah seksi dari substansi kritikan.
Meski isi kritikan bukan tentang penanganan pandemi, tapi saya melihat bahwa hal tersebut tetap berkaitan. Apabila ditinjau dari alasan mengapa BEM UI menjuluki Presiden dengan the king of lip service, tentu tidak ada yang salah jika masyarakat menganggap bahwa keseriusan pemerintah menghentikan laju penyebaran virus corona hanya sebatas manis di bibir saja.
***
Eits, jangan main demo-demo aja. Mau bagaimanapun jeleknya penilaian yang orang-orang berikan kepada pemerintah, kita tetap tidak bisa menyangkal apabila ada suatu pencapaian yang mengarah kepada hal positif. Coba sini siapa yang bilang kalau pemerintah tidak serius menangani pandemi? Akan saya tunjukkan tulisan ini tetap di depan mukanya.
Kita terlalu sibuk mengkritik pemerintah sehingga lupa mengapresiasi betapa kreatifnya pemerintah kita menciptakan sebuah istilah. Hal ini tentu membutuhkan pemikiran dan diskusi yang cukup intens. Kalian pikir gampang menciptakan sebuah istilah semacam PSBB, PSBB transisi, PSBB ketat, PSBB transisi 2, PPKM, PPKM mikro, PPKM darurat dan PPKM level 3 dan 4 secara periodik. Itu susah bos!
Selain itu, pemerintah juga sudah menyiapkan langkah-langkah efektif. Berhentilah menutup mata terhadap usaha pemerintah. Kalian tidak mungkin tidak melihat betapa masifnya disinfektan disemprotkan di ruang terbuka saat ini. Tujuannya agar covid di area penyemprotan tidak dapat hidup, sehingga orang-orang yang lewat tidak akan terinfeksi.
Lupakah kalian tentang pernyataan Wakil Presiden kita KH Ma’ruf Amin bahwa berkat doa qunut corona menyingkir dari Indonesia. Kasus yang lumayan banyak sekarang akan membuka dua kemungkinan. Kiai Ma’ruf yang salah atau memang orang NU Indonesia sudah tidak pernah sholat subuh.
Jika yang kedua yang benar, berarti tidak salah juga pernyataan Ustad Abdul Somad bahwa covid ini adalah tentaranya Allah untuk menghukum kita. Karena itu tak heran jika masih ada yang menganjurkan membaca Yasin demi menghentikan hukuman ini. Celakalah untuk mereka yang tak setuju atau mencibir saran religius tersebut dan beruntung bagi mereka yang mendengarkan saran pemuka agama di negeri muslim terbesar ini.
Tidakkah kalian juga memperhatikan bahwa kita hanya berada di posisi ke-4 dengan kasus aktif terbanyak meski kasus hariannya menduduki posisi pertama. Ini mungkin bukan kabar gembira, setidaknya masih ada negara yang kasus aktifnya berada di atas kita.
Tolong jangan buru-buru menilai. Tiada bukti secuilpun bahwa pemerintah kita membayar worldometers.info menggunakan uang bansos atau uang apapun untuk mempertahankan Indonesia pada posisi ke-4. Sehingga dalam penanganan pandemi ini, Indonesia terlihat lebih tampan dibanding Amerika Serikat, Inggris dan Brazil.
Iya tau, Inggris meskipun mengalami lonjakan yang signifikan setelah final EURO tetapi tidak terjadi limpahan kasus kematian di sana. Berbeda dengan Indonesia yang semuanya naik mulai dari kasus positif maupun kematian, termasuk juga harga uang panai’. Ihwal semacam ini secara otomatis menandakan kondisi kita sebenarnya memprihatinkan.
Tapi hal itu sudah dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, king of the world, penerima job dalam segala aspek, yang mulia Luhut Binsar Pandjaitan. Dengan data yang berada di tangannya, beliau mengatakan bahwa “Covid-19 di Indonesia sangat terkendali,” dengan ketegasan seolah ucapannya masuk akal. Meskipun pada akhirnya beliau minta maaf karena ucapannya itu.
Saya tak tahu persis data jenis apa yang dipakai. Namun saya mencoba menerka-nerka bahwa pengendalian covid yang sangat baik ini mungkin saja hanya berdasarkan peringkat kita tadi. Ya maksudnya asal tidak melewati Amerika Serikat angka positifnya itu sudah bisa dibilang terkendali. Tapi ini hanya terkaan semata lho, ya. Mudah-mudahan saya salah.
Selanjutnya untuk menjaga imunitas masyarakat agar tetap kuat, pemerintah selalu mengajak kita pergi liburan. Makanya meski kasus melonjak naik, tak terlihat sedikitpun niat pemerintah untuk menurunkan imunitas kita. Tak ada alasan untuk tidak liburan sebab pariwisata masih terbuka lebar.
Coba, udah berapa banyak pernyataan yang saya paparkan tentang keseriusan pemerintah kita menghadapi krisis ini. Seharusnya kita semua berterima kasih dengan membungkuk membentuk sudut 90 derajat atas kerja keras mereka. Kritikan yang berseliweran itu tentu sampai ketelinga pemerintah. Tapi jangan berharap akan ditampung. “Makanya setiap mengkritik itu sertakan solusi dong,” kata orang dengan username nomor togel di belakangnnya.[]