• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Minggu, 17 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Inspiratif

Remah-remah Kisah dari Ende

William Christopher Hariandja by William Christopher Hariandja
7 Januari 2021
in Hikmah, Inspiratif, Sosok
0
Gambar Artikel Bung Karno Di Ende, Remah remah kisah dari ende

Potret Pater G. Huijtink (kiri), Bung Karno, dan Pater A. Thijssen (kanan) saat berkunjung sebagai Presiden RI ke Ende 1950

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Peristiwa pembuangan Bung Karno di Ende, mungkin belum banyak mendapat sorotan. Peristiwa ini belum seheboh peristiwa penculikan Bung Karno dan Bung Hatta yang dilakukan oleh golongan pemuda yang menghendaki Indonesia merdeka sesegera mungkin. Peristiwa ini tidak setenar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, di kota yang kecil nan mungil inilah, sebuah pemikiran besar tentang “rumah besar” bagi Indonesia dipikirkan!

Ende, sebuah kota kecil di sebelah Barat Pulau Flores. Di kota inilah, pada tahun 1934, Bung Karno dibuang oleh Belanda. Dengan menjauhkan Bung Karno dari episentrum pemikiran rekan-rekannya yang ada di Pulau Jawa, Belanda berharap dapat memadamkan api semangat yang membara—baik secara ideologis maupun revolusioner—Bung Karno untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka. Jadilah, Bung Karno harus mendekam selama empat tahun di tempat sepi nan terpencil ini.

Ende tidak seperti Pulau Jawa yang punya tempat-tempat hiburan. Sebagai seorang manusia, tentulah Bung Karno merasa bosan. Belum lagi, pihak Belanda sudah mengultimatum masyarakat Ende—mulai dari pembesar hingga masyarakat kecil—untuk tidak bersimpati terhadap perjuangan Bung Karno. Alhasil, hari-hari awal pembuangannya di Ende dilalui Bung Karno dengan kesepian absolut. Sampai pada akhirnya ia tiba di satu tempat: Biara Santo Yosef.

Di Biara Santo Yosef ini, terdapat sebuah bagian tempat yang menjadi ‘pemuas dahaga’ Bung Karno, yaitu perpustakaan. Statusnya sebagai ‘pesakitan politik’ lantas sempat membatasi usaha Bung Karno saat ingin ‘minum’ dari ‘sumber-sumber air’ itu. Seorang biarawan yang menjaga perpustakaan itu melarang Bung Karno masuk perpustakaan lantaran ia belum mengantongi izin.

Keributan kecil dari Bung Karno yang ngeyel ingin masuk perpustakaan dan seorang bruder yang ngotot melarang Bung Karno, rupa-rupanya didengar oleh seorang pastor, yaitu Gerardus Huijtink, SVD. Huijtink—yang banyak mendengar perjuangan Bung Karno di Jawa dari para misionaris Yesuit di Jawa—merasa senang tatkala bertemu langsung dengan Bung Karno. Tanpa pikir panjang, Huijtink lekas mempersilakan Bung Karno masuk dan membaca buku-buku di perpustakaan Biara Santo Yosef tersebut.

Ideologi yang tersedia melimpah ruah dalam buku-buku di perpustakaan biara tersebut membuat Bung Karno rela menghabiskan banyak waktunya untuk membaca. Apalagi, koran-koran misi membuat Bung Karno mampu melihat jendela dunia hanya dari lembaran-lembaran kertas. Jika bosan membaca, Bung Karno akan berdiskusi tentang teologi Kristiani, filsafat, sosiologi, politik, dan tema-tema humaniora lainnya bersama Gerardus Huijtink, SVD.

Melihat gelora seni yang membuncah dalam diri Bung Karno, Hujtink pun rela meminjamkan gudang milik Paroki Ende—sekarang menjadi Katedral Ende—sebagai tempat mementaskan 12 naskah tonil yang ditulis Bung Karno. Di Ende, Bung Karno rupanya mampu mengekspresikan bakat seninya dengan membentuk grup teater yang beranggotakan masyarakat setempat. Grup teater itu bernama Kelimoetoe Toneel Club.

Namun, peristiwa besar yang terjadi di Ende adalah, bahwa di antara sekian banyak diskusi antara Bung Karno dengan Huijtink, gagasan tentang Indonesia merdeka cukup banyak mendapatkan porsi pembicaraan. Diskusi dengan segala tema bersama Pater Huijtink serta kesempatannya membaca pemikiran para tokoh dunia membuat Bung Karno memikirkan satu ideologi besar untuk Indonesia merdeka. Dengan kekayaan budaya dan keragaman agama penduduk Nusantara, Bung Karno membutuhkan filosofi hidup bersama yang mampu menaungi kesemuanya.

Aneka diskusi dengan Pater Huijtink memantik Bung Karno memikirkan bentuk-bentuk filosofi hidup bersama yang pas bagi masyarakat Indonesia kelak. Dengan adanya filosofi hidup bersama ini, Bung Karno berharap bahwa semangat toleransi dan mengembangkan nilai-nilai perdamaian di tengah komunitas masyarakat menjadi ideologi yang dijunjung tinggi di Indonesia.

Di bawah sebuah pohon sukun di Ende, Bung Karno merenungkan sebuah filosofi hidup kolektif yang dapat menjadi ‘tempat berteduh bersama’ bagi seluruh masyarakat Indonesia. Filosofi hidup bersama itulah yang nantinya dikumandangkan Bung Karno dalam bentuk rumusan nilai-nilai dalam sidang BPUPKI, yang kemudian kita kenal dengan Pancasila.

Di kemudian hari, pada tahun 1951, saat Bung Karno kembali ke Ende sebagai Presiden Republik Indonesia, ia tidak lupa akan sosok Huijtink. Tanda terima kasih Bung Karno kepada Huijtink ternyata amat besar bagi Hujtink, yakni status Warga Negara Indonesia. Mungkin, Huijtink lah satu-satunya misionaris Katolik di Indonesia yang mendapat status Warga Negara Indonesia dari Bung Karno langsung.

Siapa sangka, perjumpaan dengan seorang misionaris di sebuah daerah kecil bernama Ende, ternyata mampu membuat Bung Karno memikirkan hal yang amat besar dan berguna bagi Indonesia kini.[]

Tags: Bung KarnoendeHuijtinkIndonesiaremah-remah kisah dari endesejarahtoleransi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Ketersinggungan, Resolusi Hidup dan Stoisisme

Next Post

Anomali Rokok dan Sepak Bola

William Christopher Hariandja

William Christopher Hariandja

Mahasiswa lajang asal Sleman yang juga aktif di komunitas pemuda lintas iman di Yogyakarta (YIPC). Bisa disapa di Instagram @wch.98

Artikel Terkait

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial
Sosok

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial

30 November 2022

Anthony Giddens adalah mantan Direktur London School of Economics (LSE) yang tercatat sebagai salah satu sosiolog penting dunia menjelang akhir...

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam
Sosok

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

10 Maret 2022

Setelah meninggalnya Nabi saw., Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidun dan diikuti oleh beberapa dinasti selanjutnya mulai dari Umawiyyah, Abbasiyah, sampai...

Tadabbur via Momentum Hujan
Hikmah

Tadabbur via Momentum Hujan

6 Maret 2022

Sebuah pepatah mengatakan bahwa barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenali Tuhannya. Namun, permasalahannya adalah tingkat kesadaran terhadap diri...

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia
Sosok

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 Februari 2022

Arsitek Revolusi Islam, begitulah kata M. Dawam Rahardjo untuk Ali Syari’ati dalam tulisan kecilnya berjudul Ali Syari’ati: Mujahid Intelektual di...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Alasan Kenapa Self-Love Sulit Dilakukan

Alasan Kenapa Self-Love Sulit Dilakukan

29 Oktober 2021
Gambar Artikel Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

27 Desember 2020
Gambar Artikel Percakapan Orang Sinting Tentang Kota bawah Tanah

Percakapan Orang Sinting

23 Januari 2021
Fafifu John Mayer

Fafifu John Mayer

16 Maret 2021
Suaka Rasa dan Derita

Suaka Rasa dan Derita

12 Februari 2021
Yang Mengelucak dari Lembar-Lembar Buku Pepak

Yang Mengelucak dari Lembar-Lembar Buku Pepak

18 Februari 2021
Bias Kontol dan Efek Sampingnya yang Menyebalkan

Bias Kontol dan Efek Sampingnya yang Menyebalkan

21 Maret 2022
Gambar Artikel Kenangan yang Kusimpan Dalam-dalam

Kenangan yang Kusimpan Dalam-dalam

2 November 2020
Gambar Artikel Syahadat 12 Bar, Puisi Blues

Syahadat 12 Bar

22 Januari 2021
Facebook, Penyair, dan Lunatisme

Facebook, Penyair, dan Lunatisme

17 Februari 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.