slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Kisah Bung Karno di Ende - Pengasingan Sang Plokamator - Metafor.id
Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sunday, 1 June, 2025
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Inspiratif

Remah-remah Kisah dari Ende

William Christopher Hariandja by William Christopher Hariandja
7 January 2021
in Hikmah, Inspiratif, Sosok
0
Gambar Artikel Bung Karno Di Ende, Remah remah kisah dari ende

Potret Pater G. Huijtink (kiri), Bung Karno, dan Pater A. Thijssen (kanan) saat berkunjung sebagai Presiden RI ke Ende 1950

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Peristiwa pembuangan Bung Karno di Ende, mungkin belum banyak mendapat sorotan. Peristiwa ini belum seheboh peristiwa penculikan Bung Karno dan Bung Hatta yang dilakukan oleh golongan pemuda yang menghendaki Indonesia merdeka sesegera mungkin. Peristiwa ini tidak setenar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, di kota yang kecil nan mungil inilah, sebuah pemikiran besar tentang “rumah besar” bagi Indonesia dipikirkan!

Ende, sebuah kota kecil di sebelah Barat Pulau Flores. Di kota inilah, pada tahun 1934, Bung Karno dibuang oleh Belanda. Dengan menjauhkan Bung Karno dari episentrum pemikiran rekan-rekannya yang ada di Pulau Jawa, Belanda berharap dapat memadamkan api semangat yang membara—baik secara ideologis maupun revolusioner—Bung Karno untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka. Jadilah, Bung Karno harus mendekam selama empat tahun di tempat sepi nan terpencil ini.

Ende tidak seperti Pulau Jawa yang punya tempat-tempat hiburan. Sebagai seorang manusia, tentulah Bung Karno merasa bosan. Belum lagi, pihak Belanda sudah mengultimatum masyarakat Ende—mulai dari pembesar hingga masyarakat kecil—untuk tidak bersimpati terhadap perjuangan Bung Karno. Alhasil, hari-hari awal pembuangannya di Ende dilalui Bung Karno dengan kesepian absolut. Sampai pada akhirnya ia tiba di satu tempat: Biara Santo Yosef.

Di Biara Santo Yosef ini, terdapat sebuah bagian tempat yang menjadi ‘pemuas dahaga’ Bung Karno, yaitu perpustakaan. Statusnya sebagai ‘pesakitan politik’ lantas sempat membatasi usaha Bung Karno saat ingin ‘minum’ dari ‘sumber-sumber air’ itu. Seorang biarawan yang menjaga perpustakaan itu melarang Bung Karno masuk perpustakaan lantaran ia belum mengantongi izin.

Keributan kecil dari Bung Karno yang ngeyel ingin masuk perpustakaan dan seorang bruder yang ngotot melarang Bung Karno, rupa-rupanya didengar oleh seorang pastor, yaitu Gerardus Huijtink, SVD. Huijtink—yang banyak mendengar perjuangan Bung Karno di Jawa dari para misionaris Yesuit di Jawa—merasa senang tatkala bertemu langsung dengan Bung Karno. Tanpa pikir panjang, Huijtink lekas mempersilakan Bung Karno masuk dan membaca buku-buku di perpustakaan Biara Santo Yosef tersebut.

Ideologi yang tersedia melimpah ruah dalam buku-buku di perpustakaan biara tersebut membuat Bung Karno rela menghabiskan banyak waktunya untuk membaca. Apalagi, koran-koran misi membuat Bung Karno mampu melihat jendela dunia hanya dari lembaran-lembaran kertas. Jika bosan membaca, Bung Karno akan berdiskusi tentang teologi Kristiani, filsafat, sosiologi, politik, dan tema-tema humaniora lainnya bersama Gerardus Huijtink, SVD.

Melihat gelora seni yang membuncah dalam diri Bung Karno, Hujtink pun rela meminjamkan gudang milik Paroki Ende—sekarang menjadi Katedral Ende—sebagai tempat mementaskan 12 naskah tonil yang ditulis Bung Karno. Di Ende, Bung Karno rupanya mampu mengekspresikan bakat seninya dengan membentuk grup teater yang beranggotakan masyarakat setempat. Grup teater itu bernama Kelimoetoe Toneel Club.

Namun, peristiwa besar yang terjadi di Ende adalah, bahwa di antara sekian banyak diskusi antara Bung Karno dengan Huijtink, gagasan tentang Indonesia merdeka cukup banyak mendapatkan porsi pembicaraan. Diskusi dengan segala tema bersama Pater Huijtink serta kesempatannya membaca pemikiran para tokoh dunia membuat Bung Karno memikirkan satu ideologi besar untuk Indonesia merdeka. Dengan kekayaan budaya dan keragaman agama penduduk Nusantara, Bung Karno membutuhkan filosofi hidup bersama yang mampu menaungi kesemuanya.

Aneka diskusi dengan Pater Huijtink memantik Bung Karno memikirkan bentuk-bentuk filosofi hidup bersama yang pas bagi masyarakat Indonesia kelak. Dengan adanya filosofi hidup bersama ini, Bung Karno berharap bahwa semangat toleransi dan mengembangkan nilai-nilai perdamaian di tengah komunitas masyarakat menjadi ideologi yang dijunjung tinggi di Indonesia.

Di bawah sebuah pohon sukun di Ende, Bung Karno merenungkan sebuah filosofi hidup kolektif yang dapat menjadi ‘tempat berteduh bersama’ bagi seluruh masyarakat Indonesia. Filosofi hidup bersama itulah yang nantinya dikumandangkan Bung Karno dalam bentuk rumusan nilai-nilai dalam sidang BPUPKI, yang kemudian kita kenal dengan Pancasila.

Di kemudian hari, pada tahun 1951, saat Bung Karno kembali ke Ende sebagai Presiden Republik Indonesia, ia tidak lupa akan sosok Huijtink. Tanda terima kasih Bung Karno kepada Huijtink ternyata amat besar bagi Hujtink, yakni status Warga Negara Indonesia. Mungkin, Huijtink lah satu-satunya misionaris Katolik di Indonesia yang mendapat status Warga Negara Indonesia dari Bung Karno langsung.

Siapa sangka, perjumpaan dengan seorang misionaris di sebuah daerah kecil bernama Ende, ternyata mampu membuat Bung Karno memikirkan hal yang amat besar dan berguna bagi Indonesia kini.[]

Tags: Bung KarnoendeHuijtinkIndonesiaremah-remah kisah dari endesejarahtoleransi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Ketersinggungan, Resolusi Hidup dan Stoisisme

Next Post

Anomali Rokok dan Sepak Bola

William Christopher Hariandja

William Christopher Hariandja

Mahasiswa lajang asal Sleman yang juga aktif di komunitas pemuda lintas iman di Yogyakarta (YIPC). Bisa disapa di Instagram @wch.98

Artikel Terkait

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial
Sosok

Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial

30 November 2022

Anthony Giddens adalah mantan Direktur London School of Economics (LSE) yang tercatat sebagai salah satu sosiolog penting dunia menjelang akhir...

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam
Sosok

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

10 March 2022

Setelah meninggalnya Nabi saw., Islam dipimpin oleh Khulafa’ al-Rasyidun dan diikuti oleh beberapa dinasti selanjutnya mulai dari Umawiyyah, Abbasiyah, sampai...

Tadabbur via Momentum Hujan
Hikmah

Tadabbur via Momentum Hujan

6 March 2022

Sebuah pepatah mengatakan bahwa barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenali Tuhannya. Namun, permasalahannya adalah tingkat kesadaran terhadap diri...

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia
Sosok

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 February 2022

Arsitek Revolusi Islam, begitulah kata M. Dawam Rahardjo untuk Ali Syari’ati dalam tulisan kecilnya berjudul Ali Syari’ati: Mujahid Intelektual di...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Dari Rongsokan ke Cambridge dan Harvard

Dari Rongsokan ke Cambridge dan Harvard

4 September 2022
Proses Menuju dan Lika-Liku Menjalani Hidup di Jerman

Proses Menuju dan Lika-Liku Menjalani Hidup di Jerman

17 December 2021
Gambar Artikel Mengapa Jamie Vardy Layak Jadi Guru Untuk Kaum Pekerja?

Mengapa Jamie Vardy Layak Jadi Guru untuk Kaum Pekerja?

20 November 2020
Gejala Kebudayaan Hilang di Era Pandemi

Gejala Kebudayaan Hilang di Era Pandemi

7 February 2021
Kepalamu dan Isinya

Kepalamu dan Isinya

3 April 2021
Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 February 2022
Gambar Artikel Monolog : Bersama Sangkala, Menuju Tiada

Monolog: Bersama Sangkala, Menuju Tiada

1 November 2020
Surat dari Eretria

Surat dari Eretria

7 February 2021
Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

18 February 2021
Perilaku Umat Beragama Kiwari: Sebuah Ironi

Perilaku Umat Beragama Kiwari: Sebuah Ironi

29 March 2021

Ikuti Kami di Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
  • Puasa Puisi: Perayaan Sastra Lintas Bahasa
  • Aku Merangkum Desember

Kategori

  • Event (10)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (8)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (206)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (136)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In